Polda Jateng Gandeng Kemenag Rembang Jaga Kerukunan Umat Beragama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Rembang – Upaya menjaga kerukunan umat beragama untuk mempertahankan NKRI saat ini tengah menjadi sorotan Polda Jawa Tengah. Guna menciptakan kerukunan ini, Polda Jawa Tengah meminta kerjasama Kementerian Agama Kabupaten Rembang agar turut bersama-sama menjaga kondusivitas masyarakat Rembang.

Demikian mengemuka dalam kunjungan intelijen Polda Jateng, Kompol Agus Sutata ke Kankemenag Kabupaten Rembang, Rabu (19/4). Kunjungan yang didampingi oleh tim dari Polres Rembang itu disambut langsung oleh Kepala Kankemenag Kabupaten Rembang, Atho’illah di ruang kerjanya.

Agus memaparkan kondisi Indonesia yang kini tengah terancam oleh isu perpecahan berbasis SARA dan gerakan radikalisme. Namun sejauh ini, Agus menilai kondisi di Rembang masih aman.

“Kerukunan umat beragama menjadi tugas pemerintah, termasuk kami dan Kementerian Agama. Gejolak dan permasalahan kerukunan ini harus dicegah dan diantisipasi sejak dini, agar masyarakat hidup damai dan kondusif,” kata Agus.

Menanggapi hal tersebut, Atho’illah mengemukakan kebijakan dan kegiatan yang telah dilakukan. Antara lain bekerjasama dengan FKUB dan KUA untuk bersama-sama memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga harmonisasi kehidupan beragama.

“Warga Rembang ini multi ras dan multiagama. Semua masih hidup rukun berdampingan. Dan kami secara masif menjalin kerjasama dengan FKUB dan Kesbangpolinmas untuk memberikan pembinaan kepada masyarakat tentang KUB,” jelas Atho’illah.

Terkait gerakan radikal, Atho’illah menyampaikan telah bekerjasama dengan Polres untuk membina penyuluh agama tentang bahaya radikalisme. “Penyuluh sudah kami imbau agar memberikan pembinaan kepada masyarakat untuk tidak terjebak pada gerakan radikal,” kata Atho’illah.

Atho’illah menandaskan, untuk menanggulangi sejak dini gerakan radikal ini, prinsip pemerataan ekonomi dan keadilan sosial harus diwujudkan. “Karena gerakan radikal ini kerap dilatarbekalangi oleh ketimpangan sosial ekonomi, kesewenang-wenangan, sehingga mereka merasa tertindas dan membuat gerakan radikal,” pungkasnya. (ss/bd)