Sarasehan FKUB : Dialog harus didisain tidak untuk Menghakimi

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Kab. Pekalongan – Dialog harus didesain tidak untuk menghakimi tetapi untuk mengerti bahwa jadilah pemeluk agama yang mendahulukan keindonesiaan yang plural dan harus mengatakan “ Saya orang Indonesia yang beragama yang mengutamakan kedamaian bukan kekerasan”. konflik yang terjadi dalam kehidupan tidak dapat dihindari, manajemen konflik yang efektif dapat menjadi pertumbuhanenergi dan kreativitas.Sedangkan apabila terjadi perselisihan akibat pendirian tempat ibadat bisa diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.

Akan muncul sebuah pertanyaan “Apakah ada orang yang beragama dengan salah ?”, maka akan ada yang menjawab ada. Artinya ada yang menghayati ajaran agamanya dengan salah kaprah. Disampaikan oleh Dr. H. A. Umar, MA Kankemenag Kab.Pekalongan.

Ketua panitia Sarasehan Kerukunan Umat Beragama yang diselenggarakan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB ) Kabupaten Pekalongan Drs. H. Muhammad Dzukron dalam laporanya menerangkan acara tersebut dilaksanakan pada hari Selasa 23 Desember 2014 bertempat di Aula Kankemenag Kab. Pekalongan diahadiri oleh 100 orang. Dalam kegiatan tersebut FKUB Provinsi juga turut diundang. Sebagai bentuk kepedulian dan perhatian terhadap bentuk kerja sama lintas agama, Kakanwil Kemenag Prov Jateng diwakili oleh Kabag TU H. Andewi Susetyo, SH, Babinkamtibmas Polres Pekalongan hadir dalam acara tersebut.

Melalui pertemuan FKUB ini diharapkan, penanganan masalah atau konflik yang muncul di masyarakat bisa berjalan dengan tertib. ”Seluruh elemen, baik masyarakat, TNI, Polri, tokoh agama menjadi pondasi untuk menciptakan kerukunan,” ujarnya.

Prof. DR. H. Mudjahirin Thohir (Ketua FKUB Propinsi Jawa Tengah) yang menyampaikan sebuah judul Agama, Politik, dan Budaya Kekerasan. Untuk mengatasi gerakan radikal transnasional maka ada agenda yang harus diperjuangkan saat ini :

1. Negara harus berani hadir untuk melindungi civil liberties (hak-hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi), termasuk dari ancaman kekerasan. Hal ini merupakan prinsip Negara hukum (Negara konstitusional).

2. Negara harusnya menjamin terbukanya ruang publik yang leluasa sehingga berlangsung dialog-dialog yang intensif antar komunitas agama.

Menurut Romo Budi selaku pembicara, dalam hal ini kita diajak berpikir dan membutuhkan kecerdasan, kebijaksanaan dan kerendahan hati untuk tidak menelan mentah-mentah suatu ajaran yang berlabelkan agama sekalipun. Orang harus selalu berikhtiar dan menggali serta menemukan inti kebenaran dari suatu ajaran. Orang beriman itu adalah orang-orang yang percaya dan menyerahkan diri pada Allah yang benar. Allah yang benar itu Allah yang adalah kasih.

Hal senada juga disampaikan H. Andewi Susetyo, SH menyampaikan bahwa NKRI adalah harga mati dengan kerukunan adalah suatu keindahan. Kita dengan mudah mencatat peristiwa-peristiwa kekerasan yang mengatasnamakan agama. Inilah kesalahan bahkan ketidakadilan dari orang-orang yang menjalankan keagamaannya.

Kita harus meyakini bahwa agama membawa rahmat kedamaian, kerukunan dan kesatuan umat manusia. Esensi dan hakekat agama adalah baik, benar, indah bagi manusia. (hufron)