Prioritas Keberangkatan Jemaah Haji Lanjut Usia, Sekarang Paling Rendah 65 Tahun

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Magelang – Ada dua belas poin perbaikan dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umroh Tahun 2019 yang baru di undangkan, salah satunya perubahan batas usia prioritas keberangkatan jemaah haji dari usia 75 th di peraturan lama menjadi usia 65 tahun. Hal tersebut disampaikan Choirul Muna, anggota Komisi 8 DPR RI, saat acara Sosialisasi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umroh tahun 2019 di Kantor Kementerian Agama Kab. Magelang (11/4).

Acara sosialisasi dibuka langsung Kepala Kankemenag Kab. Magelang, Mad Sabitul Wafa. Dalam sambutan pengarahannya, Wafa mengajak peserta sosialisasi agar mengikuti dengan seksama dan memanfaatkan sosialisasi perundangan tersebut dengan baik untuk pengetahuan dan acuan dalam penyelenggaraan haji dan umroh.

“Mari kita ikuti kegiatan sosialisasi Undang-Undang penyelenggaraan Haji dan Umroh ini, manfaatkan dengan baik kesempatan yang ada ini dengan baik sehingga sehingga dapat berhasil guna nantinya,” kata Wafa.

Selain poin prioritas keberangkatan bagi usia lanjut dalam Undang-Undang tersebut, juga memuat poin-poin antara lain; Adanya perlindungan dan kemudahan mendapatkan pelayanan khusus bagi Jemaah Haji penyandang disabilitas;

Pelimpahan porsi keberangkatan bagi jemaah haji yang telah ditetapkan berhak melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun berjalan kepada suami, istri, ayah, Ibu, anak kandung atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga. Namun, pelimpahan bisa dilakukan dengan alasan jemaah tersebut meninggal dunia atau sakit permanen menurut keterangan kesehatan jemaah haji;

Pelimpahan porsi jemaah haji dalam daftar tunggu (waiting list) yang meninggal dunia atau sakit permanen kepada suami, istri, ayah, Ibu, anak kandung atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga;

Jaminan pelindungan bagi jemaah haji dan umrah sehingga terhindar dari perbuatan melawan hukum baik penelantaran atau penipuan dari penyelenggara perjalanan ibadah umrah atau penyelenggaraan ibadah haji khusus;

Adanya kepastian hukum dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan evaluasi pelaksanaan umrah. Berupa wewenang kepada Menteri untuk membentuk tim koordinasi pencegahan, pengawasan, dan penindakan permasalahan penyelenggaraan Ibadah Umrah;

Adanya pengaturan tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil guna melakukan penyidikan tentang adanya tindak pidana yang menyangkut Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;

Jaminan kepastian hukum bagi penyelenggaran perjalanan ibadah umrah, penyelenggaran perjalanan ibadah haji khusus dan kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah dalam hal perizinan yang bersifat tetap dengan mekanisme pengawasan melalui akreditasi dan pemberian sanksi administrative;

Adanya pengaturan yang memberikan kemudahan pengurusan pengembalian uang bagi jemaah haji meninggal dunia, membatalkan keberangkatannya, atau dibatalkan keberangkatannya;

Sistem pengawasan yang komprehensif, berupa keharusan Penyelenggara Umrah untuk memiliki kemampuan manajerial, teknis, kompetensi personalia, dan kemampuan finansial untuk menyelenggarakan Ibadah Umrah yang dibuktikan dengan jaminan bank berupa garansi bank atau deposito atas nama biro perjalanan wisata;

Pengaturan pelayanan akomodasi dan pentingnya partisipasi masyarakat melalui KBIHU dalam mendukung kualitas pelayanan jemaah haji dan umrah;

Untuk memastikan pemberian pelayanan, pemberian jaminan keberangkatan serta kepulangan Jemaah, adanya pemberian sanksi bagi penyelenggara perjalanan Umrah dan Haji Khusus yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik berupa pemberian sanksi administrasi, hingga sanksi pidana.(at/sua)