Ahmad Hidayatullah: Perlu Redifinisi Supervisi Yang Tak Sekedar Memeriksa

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Kasubdit Kurikulum dan Evaluasi pada Direktorat Kurikulum, Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Ditjen Pendis Kemenag RI, H. Ahmad Hidayatullah menegaskan, ide besar penyusunan draf KMA dan Juknis Supervisi Pembelajaran adalah mengarah pada ketrampilan abad ke- 21 dengan kemampuan berfikir tingkat tinggi.

Penegasan tersebut dikemukakan H. Ahmad Hidayatullah, saat menutup kegiatan pengembangan sistem/reglasi supervisi pembelajaran madrasah yang dilaksanakan di hotel The Phoenix, Yogyakarta, Kamis (4/3/21).

Pengembangan regulasi yang digelar selama 3 hari, 2 s.d 4 Maret itu, menghadirkan narasumber, Kabalitbang Kemendikbud, Totok Suprayitno. Kegiatan yang dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesahatan secara ketat itu diikuti pengawas, kepala madrasah, dan guru.

Acara dibuka direktur KSKK Madrasah, H. Ahmad Umar pada hari Selasa (2/3/21). Dalam arahannya H. Ahmad Umar menandaskan, Evaluasi pembelajaran harus membuat anak semangat sehingga supervisi pembelajaran harus dilakukan melalui tindakan terukur dan teruji.

Evaluasi pembelajaran sebagai bentuk observasi tidak boleh menghukum, tapi evaluasi yang dilakukan guru ada proses kemajuan yang memungkinkan inovasi dan kreativitas guru agar anak didik tidak merasa ketakutan.

“tidak bijak apabila evaluasi pembelajaran justru membuat peserta didik takut dan jera,” tegas H. Ahmad Umar.

Ditambahkannya, jika guru memandang anak sudah cakap dan paham, maka alat evaluasinya tidak mesti dengan tes. Perlu dirancang, bagaimana membuat anak-anak dengan evaluasi itu seperti “chekup” sehingga evaluasi yang melahirkan disiplin dan tertib dengan kesadarannya sendiri.

Menurut Kasubdit, H. Ahmad Hidayatullah, penyusunan draf KMA dan Juknis dalam pertemuan ini merupakan kerja keras dan kerja marathon. Hal penting dalam KMA ini ada di BAB 2 dan 3 terkait prinsip-prinsip yang tidak harus terpaku dengan kaidah supervisi sekarang, tetapi harus praktis, jelas, lengkap, dan mudah diterjemahkan orang.

“Redivinisi supervisi yang tak sekedar memeriksa, tapi betul-betul punya makna mengkondisikan ke arah kualitatif sehingga ada perbaikan berkelanjutan. Tak hanya “menjustice”,” paparnya.

Dituturkan Kasubdit Kurikulum dan Evaluasi, pertemuan ini juga untuk menyamakan “rasa” sehingga melibatkan “stakeholders” yang luas dari pengawas, kepala madrasah, dan guru. Terkait teknis, ada tim dan bagian tersendiri. Supervisi pembelajaran yang dimaksud adalah untuk pembelajaran abad ke- 21, bukan terkait Tupoksi pengawas.

“Pertemuan ini termasuk kerja keras dan kerja marathon. Terbukti, telah menghasilkan rencana kerja lanjutan terkait dengan kepengawasan di RA, termasuk modul sesuai Juknis dan Buku Pendamping,” jelas H. Ahmad Hidayatullah, penuh semangat.

Sedangkan pengawas Kemenag Kota Semarang, Amhal Kaefahmi, yang ditunjuk dalam tim penyusun modul dan buku pendamping untuk RA mengatakan, dirinya sangat semangat dan berusaha keras untuk menyukseskan ide besar yang dicanangkan oleh direktorat KSKK Madrasah ini. (Amhal Kaefahmi/bd)