081128099990

WA Layanan

08.00 - 16.00

Senin - Jumat

Kunjungi Desa Pengaringan, FKUB Kebumen Banyak Belajar Arti Toleransi

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Kebumen – Hari kedua kunjungan keagamaan, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten Kebumen kunjungi desa Pengaringan, Selasa (20/09).

Pengaringan adalah sebuah desa di kecamatan Pejagoan Kebumen yang secara geografis  berada di atas Perbukitan yang masih merupakan bagian rangkaian Perbukitan Krewed-Condong-Tutukan dengan ketinggian dataran antara 100-400 meter di atas permukaan air laut. Jumlah penduduk Desa Pengaringan tidak banyak, dihuni oleh kurang lebih 221 kepala keluarga dan 721 warga. Hal ini karena wilayahnya yang cukup kecil dibandingkan desa-desa di sekitarnya.

Warga di sana mayoritas beragama Islam dan sebagian Kristen, tetapi mereka hidup berdampingan dengan damai. Mereka hidup rukun saling bantu-membantu, dan bekerjasama dalam kehidupan sehari-hari sebagai “keluarga” warga desa. Perbedaan agam tidak menjadi penghalang untuk hidup bersama di masyarakat. Bahkan, banyak di antara warga yang keluarga besarnya beda agama (Islam dan Kristen). 

Tiba di balai desa Pengaringan, rombongan FKUB yang dipimpin oleh K.H. Azhar Muhammadi disambut dengan ramah oleh Kepala Desa setempat Bayu Sutrisna serta beberapa tokoh agama diantaranya yaitu Ky. Sukiman tokoh muslim, Pendeta Andreas (Kristen), Thomas Sukarso dan beberapa warga lainnya.Sesat kemudian rombongan dipandu menuju ke Greja Kristen Jawa Pengaringan yang letaknya tidak jauh dari Masjid Nurul Huda. Usai dari Gereja rombonganpun menyempatkan diri mengunjungi masjid untuk selanjutnya dilakukan ramah tamah di Balai Desa.

Dalam ramah tamah tersebut, K. H. Ashar Muhammadi mengatakan, bahwa maksud kunjungannya adalah belajar bagaimana merawat kerukunan dan toleransi yang ada di desa Pengaringan. “Kami mendengar di sini masyarakatnya hidup rukun dan damai dalam sebuah perbedaan, sebagai pengurus FKUB kami ingin belajar bagaimana caranya merawat kerukunan dan merawat kesadaran toleransi di sini,” katanya.

“Kami ingin banyak belajar dan akan kami ceritakan dalam kunjungan kami ke tempat lainnya,” ujar Ashar Muhammadi.

Kepala Desa Pengaringan, Bayu Sutrisna menuturkan, keharmonisan warganya tercipta sudah dari dulu, adat menjadi sarana pemersatu bagi warganya untuk menciptakan toleransi, selama ini masyarakat Desa Pangaringan masih selalu nguri-uri budaya seperti gotong royong lingkungan, selamatan atau kenduren dan adat yang biasa dilakukan ketika ada warganya meninggal dunia atau kesripahan.

“Di sini, kalau ada gotong royong mendirikan rumah warga, rumah ibadah, ataupun hajatan pernikahan, dan sunatan,masyarakat desa berbaur jadi satu, yang ada adalah kepentingan bersama. Bahkan kalua ada orang kesripahan / orang meninggal dunia, masyarakat langsung datang membantu tanpa memandang agamanya apa, mereka langsung datang tanpa dikomando,” katanya.

“Konsep “kekeluargaan” masih menjadi pedoman dalam kehidupan warga kami, toleransi dan saling menghargai adalah harga mati,” tandasnya.

Diungkapkan juga, tradisi lainnya yang masih dijaga sebagai warisan pemersatu warganya adalah selamatan Suran. Di Pengaringan dikenal dengan istilah kenditan. Kenditan merupakan salah satu acara tumpengan atau bancakan yang dilakukan beramai-ramai di desa Pengaringan sebagai ikhtiyar tolak balak.

Menurutnya, keharmonisan tersebut juga tidak lepas dari peran tokoh masyarakat. Mereka selalu berupaya menjalin komunikasi dan menjaga keharmonisan. Sehingga sekecil apapun benih pertikaian pasti akan dipadamkan.(fz).