Tim UIN Gus Dur Berbagi Pengalaman Pengelolaan Madrasah Diniyah ke EMIA Davao, Filipina

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

KOTA PEKALONGAN – Dua Dosen UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan membagikan pengalaman tentang pengelolaan madrasah diniyah ke Eastern Mindanao Islamic Academy (EMIA), Filipina, pada hari Selasa, 24 Januari 2023. Mereka adalah Dr. H. Muhlisin, M.Ag. dan Muhammad Jauhari Sofi, M.A. dari Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Kunjungan ini merupakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) kluster internasional yang berfokus pada pendampingan madrasah atau sekolah Islam. Kegiatan di EMIA dikemas dalam bentuk diskusi santai bersama dengan para pengelola dan guru EMIA. (Rabu, 1-2-2023).

Dalam diskusi tersebut, Syeikh Samer Udasan selaku direktur EMIA menuturkan bahwa EMIA merupakan madrasah tradisional yang beroperasi hanya di akhir pekan, yakni Sabtu dan Minggu. EMIA berfokus pada materi keislaman dan menyertakan mata pelajaran non-keislaman tertentu (matematika dan sains) khusus untuk kelas tingkat bawah.

“Mayoritas siswa di EMIA ini adalah siswa nglaju. Setiap akhir pekan, mereka datang di pagi hari dan pulang di sore hari. Para lulusan EMIA tidak dapat melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi jika mereka tidak mengikuti pendidikan formal di sekolah-sekolah Filipina. Sekolah ini memfasilitasi siswa-siswi Muslim yang ingin mempelajari Islam dan pada saat yang sama tetap belajar di sekolah-sekolah sekuler.” terangnya.

Dr. H. Muhlisin, M.Ag. selaku ketua tim UIN Gus Dur menjelaskan bahwa Indonesia juga memiliki jenis madrasah tradisional sebagaimana di Filipina.

“Madrasah tradisional ini banyak dijumpai di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Kami biasa menyebutnya Madrasah Diniyah Takmiliyah. Hanya saja, kegiatan belajar mengajar berlangsung di siang hari hingga sore hari, dari Sabtu hingga Kamis. Jadi, dari pagi hingga siang, siswa-siswi Muslim di Indonesia belajar di sekolah modern (formal), dan sebagian dari mereka masih melanjutkan ke madrasah diniyah hingga sore hari,” ungkapnya.

Sementara itu, Muhammad Jauhari Sofi, M.A. sebagai anggota tim mengatakan bahwa Indonesia juga memiliki lembaga pendidikan Islam, bernama pesantren, yang secara penuh mengajarkan ilmu-ilmu keislaman.

“Namun demikian, saat ini telah berkembang berbagai jenis pesantren dengan kurikulum yang berbeda, seperti pesantren tradisional, pesantren semi-tradisional, pesantren life-skill, pesantren modern, dan sebagainya,” tambahnya.

Tim UIN Gus Dur Pekalongan juga melakukan observasi ke asrama EMIA dan ruang-ruang kelas. Sebagaimana diketahui, EMIA juga menyediakan asrama untuk siswa-siswi yang ingin menetap di lingkungan sekolah untuk menghafalkan al-Qur’an dan menguasai bahasa Arab. Sebagian besar pengajar di EMIA adalah sarjana lulusan kampus di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Oleh karena itu, para siswa di asrama diwajibkan untuk berkomunikasi dengan bahasa Arab sepanjang waktu.

“Kami mewajibkan para siswa berbahasa Arab agar mereka bisa lebih dekat dengan sumber-sumber keislaman. Ada sanksi bagi siswa yang melanggar aturan ini, seperti membersihkan lingkungan asrama. Alhamdulillah, mereka cukup baik dalam menghafal al-Qur’an dan berbahasa Arab,” kata Syeikh Muslimin selaku salah satu pengajar di EMIA.

Di akhir kunjungan, Dr. H. Muhlisin, M.Ag., juga menyampaikan informasi tentang potensi pemberian beasiswa kepada siswa-siswi Eastern Mindanao Islamic Academy (EMIA), Filipina, yang mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dan memiliki ijazah resmi setingkat SLTA di Filipina. Pemberian beasiswa ini, menurutnya, adalah bagian dari upaya perluasan jejaring lembaga ke tingkat internasional. Kunjungan ke EMIA ditutup dengan foto bersama dengan dewan guru dan siswa-siswi yang menetap di asrama. (MJS/ANT/bd).