Mencintai Ananda

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

oleh: Athi’ Mufida/Pranata Humas Kemenag Pati

Cinta setiap orang tua untuk ananda, memang tiada habisnya. Tapi ekspresi cinta itu seringkali berbeda-beda. Adakalanya ekspresi cinta itu dapat ditangkap sebagai cinta oleh ananda. Namun tidak sedikit pula ananda yang menangkap cinta orang tua sebagai sesuatu selain cinta. Bahkan kadangkala justru dianggap sebagai sikap semena-mena.

Memondokkan anak adalah wujud nyata cinta orang tua terhadap ananda. Namun tidak setiap anak yang dipondokkan dapat menangkap cinta dengan keputusan orang tuanya. Bahkan beberapa santri baru, memandang keputusan itu sebagai bentuk keputusasaan orang tua dalam memperbaiki kenakalan demi kenakalan ananda.

Memondokkan anak sebagai ekspresi cinta ini, sebenarnya bukan hanya berat untuk ananda. Hampir setiap orang tua merasakan berat hati saat melepas anaknya pergi ke pesantren. Rasa rindu, khawatir, dan lain-lain, selalu muncul saat ibunda berjauhan dengan ananda.

Demikian pula perasaan saya kala itu, kala melepas ananda ke pondok pesantren untuk pertama kalinya, perasaan berat memenuhi batin. Namun, perasaan ini memang harus segera diatasi. Karena beratnya perasaan seorang ibu diyakini akan tembus ke dalam batin ananda. Karenanya, sebagai seorang ibu, saya harus meyakini, bahwa mondok adalah pilihan terbaik untuk ananda. Dalam hal ini, saya selalu teringat pertanyaan retoris dari poro sepuh: “milih susah sak iki, opo susah mengko,” Susah/sedih sekarang dimaknai sebagai rasa sedih yang muncul karena berjauhan dengan ananda. Sedangkan susah/sedih pada masa yang akan datang dimaknai sebagai rasa sedih diakibatkan karena penyesalan.

Demikianlah, memondokkan anak pada hakikatnya memang bukan sekedar menitipkan anak di pesantren. Tapi memondokkan anak juga lah mesti diniati sebagai sebentuk riyadloh orang tua ketika ia mesti menguatkan batinnya saat melepas ananda untuk menuntut ilmu di pesantren.

Semoga, setiap kita, anak-anak kita dan keluarga kita pinaringan kekuatan, keteguhan hati dan keyakinan dalam setiap ikhtiar untuk ilmu pengetahuan. Semoga perjalanan mencari ilmu itu menjadi wasilah untuk menggapai ridla Allah, menjadi manusia yang anfa’uhum linnas dan berbahagia dunia akhiratnya. Amin.(*)