Jakarta (Humas)- Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjadikan revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai salah satu program prioritasnya. Pada kegiatan Konsolidasi Kelembagaan Revitalisasi KUA, Kamis malam (25/8), Menag Yaqut mengapresiasi kinerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam selaku penanggung jawab pelaksanaan revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA).
Mewakili Menag, Staf Ahli Bindang Hukum dan HAM, Abu Rokhmad, mengingatkan bahwa KUA merupakan ujung tombak layanan Kemenag yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karenanya, program revitalisasi KUA harus diperhatikan dan diimplemenasikan dengan baik.
Sedangkan, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menyampaikan bahwa revitalisasi KUA telah dilaksanakan dengan menyasar 106 KUA pada Tahun 2021 dan 400 KUA pada Tahun 2022. Revitalisasi KUA disajikan dalam dua pola besar: peningkatan kualitas fisik dan non-fisik.
“Kualitas fisik dimaksudkan seperti rehab gedung KUA serta penyediaan alat pengolah data untuk mendukung pelaksanaan dan percepatan layanan publik. Ini sejalan dengan implementasi program prioritas transformasi digital sebagaimana arahan Menteri Agama,” paparnya.
“Peningkatan kualitas non-fisik mengarah pada peningkatan kapasitas kelembagaan, kompetensi SDM, dan kualitas tata kelola,” sambungnya.
Revitalisasi KUA ini menjadi kebijakan strategis dan sebagai program prioritas, sebab didalamnya mengandung berbagai program prioritas lainnya. Transformasi digital, moderasi beragama, dan religiousity index, semuanya ada dalam skema revitalisasi KUA. Bahkan, revitalisasi KUA melahirkan program prioritas baru yang juga menjadi tanggungjawab Ditjen Bimas Islam yaitu Revitalisasi Masjid.
Kamaruddin Amin juga menjelaskan bahwa melalui revitalisasi KUA, Ditjen Bimas Islam tengah bekerja keras untuk mengubah desain kelembagaan KUA. Dihadapan 514 peserta utusan dari Kankemenag Kab/Kota, dan Kanwil Kemenag Provinsi se-Indonesia, Kamaruddin Amin menjelaskan isu krusial terkait dengan kapasitas kelembagaan KUA, antara lain:
1. Menghapus batasan teritorial kecamatan bagi KUA sehingga beberapa layanan dapat disajikan tanpa kendala batas kecamatan atau borderless services;
2. Memperkuat posisi Kepala KUA dengan mengembalikannya pada jabatan manajerial administratif yang tidak menjadi dominasi fungsional Penghulu;
3. Memperkuat posisi jabatan petugas tata usaha pada KUA yang diberikan tugas dan fungsi dukungan manajerial di KUA dengan atribiusi pada sisi kelas jabatan yang lebih tinggi dari jabatan pelaksana yang merupakan bawahan dari petugas tata usaha ini;
4. Merintis layanan bergerak (mobile services) pada KUA yang masih dalam pembahasan intensif dengan Kemenkeu. Layanan ini diharapkan menjadi garansi tetap berjalannya layanan bagi masyarakat di tengah kendala penyediaan lahan dan keterbatasan SDM dan anggaran bagi KUA;
5. Memperkuat kompetensi penghulu dengan menetapkan standar kompetensi jabatan penghulu serta redesain pola karier penghulu melalui penyiapan usulan perubahan regulasi terkait dengan butir kegiatan jabatan penghulu pada setiap jenjangnya; dan
6. Mengubah kategorisasi KUA dari pendekatan tipologi yang hanya berdasarkan jumlah peristiwa nikah menjadi klasifikasi yang menjadikan ketersediaan layanan sebagai alat ukurnya. Klasifikasi KUA ini pula yang berikutnya akan dijadikan alat hitung besaran Bantuan Operasional Perkantoran (BOP) pada KUA. (ps/rf).