Semarang – Jumat (2/12/2022) RA Al Muna Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang menerima kunjungan studi tiru dari Kelompok Kerja Guru Raudhatul Athfal (KKGRA) Kecamatan Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, Prov. DIY.
Rombongan terdiri dari 27 peserta yang terdiri dari pengawas RA dan madrasah, serta Kepala dan guru RA dan PAUD.
Mafruhatun selaku pengawas di wilayah setempat, di hari itu pun bertandang ke RA Al Muna untuk melakukan pendampingan dan ikut mahayu bagyo menyambut kedatang KKGRA Gunung Kidul.
Kepala RA Al Muna menyambut baik kedatangan rombongan, dan dalam sambutannya memaparkan RA yang dipimpinnya menerapkan Metode Sentra. “Pendidikan RA itu unik, dimana kurikulumnya ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Jadi RA adalah pondasi awal pendidikan madrasah,” tuturnya.
“Metode sentra adalah metode pendidikan yang bertumpu pada konsep bermain sebagai cara didik,” lanjutnya.
Ia menuturkan ada 6 sentra yang diterapkannya yaitu, sentra balok, sentra peran, sentra imtaq, sentra seni, sentra persiapan, dan sentra bahan alam. “Pada sentra balok, karakter anak akan terbangun dengan kuat, selain itu anak terbiasa untuk menyusun rencana sebelum mencapai target yang diinginkan,” terangnya.
“Melalui sentra peran, kreativitas dan keterampilan anak akan berkembang, tak hanya itu, kemampuan daya ingat dan kerjasama dalam kelompok juga semakin terasah. Sedangkan sentra Imtaq yaitu sentra yang mengalirkan materi pada anak melalui kegiatan berintegrasi langsung dengan ciptaan Allah yang ada di sekitar mereka,” sambungnya.
“Hampir sama dengan sentra imtaq, di sentra seni, anak-anak diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan alat dan benda seni yang tersedia, sehingga mengajarkan anak lebih berfokus pada proses, bukan hasil, dan melatih anak berinteraksi dengan diri sendiri, serta menghargai karya temannya. Begitu pun pada sentra bahan alam, anak-anak diijinkan berinteraksi dengan bahan-bahan alam yang ada di sekitarnya.” ujarnya.
“Sentra persiapan dianggap sebagai sentra kerja. Di sentra ini, anak-anak diperkenalkan dengan matematika, membaca, dan menulis dasar,” imbuhnya.
Ia menuturkan, berusaha memfasilitasi RA dengan sarana dan prasarana pendukung guna pencapaian tujuan tersebut. “Pembelajaran kelas kami setting tanpa tempat duduk, hal ini dengan tujuan untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas untuk anak-anak, karena usia mereka adalah masanya mengeksplorasi lingkungan sekitar,” ungkapnya.
“Kami dekor ruangan sedemikian rupa sehingga anak-anak merasa nyaman, senang, sehingga meningkatkan minat mereka untuk belajar di masing-masing sentra,” katanya.
“Selain itu, kami berusaha membangun suasana kekeluargaan, bahwa RA ini adalah milik kita dan untuk kita. Upaya yang kami lakukan diantaranya transparansi dalam pengelolaan RA. Selain itu, komunikasi aktif antara guru dan wali murid pun rutin kami lakukan untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan metode pembelajaran di RA,” tandasnya.
“Terkait untuk pengembangan bakat anak, kami coba gali melalui wawancara dengan orang tua, anak, dan juga melalui pengamatan langsung. Kami libatkan orang tua untuk turut aktif dalam upaya pengembangan bakat anak,” jelasnya.
Hal senada disampaikan oleh Mafruhatun, menurutnya keterbukaan, komunikasi dan kerjasama merupakan kunci sukses dalam peningkatkan pendidikan di RA.(Atun/NBA/bd)