081128099990

WA Layanan

08.00 - 16.00

Senin - Jumat

KEYAKINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Saddho sīlena sampanno yasobhogasamappito 
yaṃ yaṃ padesaṃ bhajati tattha tatth’eva pūjito

Orang yang memiliki keyakinan dan moral yang sempurna,

Akan memperoleh nama baik, kekayaan, dan kehormatan di manapun ia berada.

(Dhammapada, 303)

Meyakini sebuah agama, merupakan sesuatu yang sangat pribadi bagi umat manusia. Karena setiap manusia membutuhkan nilai-nilai spriritual yang kemudian menjadi pegangan hidup, sebagai yang benar atau tidak benar. Agama kemudian menjadi pusat pedoman tingkah laku bagi mereka yang meyakininya.

Agama Buddha, memiliki konsep keyakinan yang mungkin sedikit berbeda dengan konsep keyakinan milik agama lain. Istilah saddha dapat saja disepadankan dengan kata iman secara umum. Tetapi secara konsep, bahwa saddha merupakan suatu bentuk keyakinan terhadap ajaran Buddha, yang diawali dengan penyelidikan/penelitian atau “datang dan lihatlah” (ehipassiko) sehingga tidak akan menimbulkan keyakinan yang membuta. Seperti kotbah Buddha dalam Alagaddupama Sutta, bahwa seseorang yang telah mempelajari Dhamma, harus memeriksa arti ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan, sehingga mendapatkan pengertian yang sebenarnya.

Keyakinan dalam agama Buddha adalah yakin terhadap Tiratana atau tiga mustika, yakni Buddha, Dhamma, dan Sangha. Lalu bagaimana seorang umat Buddha dapat memiliki keyakinan kepada Tiratana? Bhikkhu Nagasena, dalam Kitab Miliñda Panha, menjelaskan kepada Raja Milinda, bagaimana seorang penganut Buddha, dapat yakin akan keberadaan Buddha, kebenaran Dhamma, dan kesucian Ariya Sangha. Bahwa memiliki keyakinan kepada Buddha diibaratkan seperti seseorang yang belum pernah melihat dalam dan luasnya samudera, akan tetapi cukup dengan melihat berapa banyak aliran sungai yang mengarah kesana. Apabila samudera itu bukanlah samudera yang dalam dan luas, tidak mungkin banyak aliran sungai yang menuju kesana. Artinya bahwa untuk membuktikan Buddha sebagai Guru yang tiada bandingnya bagi para dewa dan manusia (satthā devamanussanaṁ) adalah dengan melihat seberapa banyak murid-murid Beliau yang telah mencapai kesempurnaan. Demikian pula melihat kebenaran Dhamma adalah dengan melaksanakan ajaran Buddha, serta mengikuti peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Buddha, sehingga hasilnya akan dirasakan sendiri oleh pelaku kebenaran tersebut. Pada saat seseorang memperoleh manfaat dari praktik Dhamma itulah, keyakinan (saddhā) akan muncul di dalam batin, yang dibarengi dengan perasaan bahagia sebagai hasil dari perbuatan atau sesuatu yang baik.

Kemudian, bagaimanakah melihat kebenaran Ariya Sangha? Bahwa Ariya Sangha adalah makhluk-makhluk suci yang pantas menjadi panutan bagi segenap umat manusia, karena perilaku yang baik, lurus, benar, dan patut, karena telah mampu merealisasi ajaran suci Buddha.

Di dalam agama Buddha, saddhā juga sering disebut sebagai yang pertama dalam urutan etika-etika bajik bagi umat manusia. Seperti misalnya dalam Pattakamma Sutta (AN.II) bahwa untuk memperoleh hal-hal duniawi yang diharapkan oleh umat awam, yakni kekayaan, nama baik, umur panjang, dan terlahir di alam surga adalah dengan memiliki saddhā, baru kemudian sīla atau moralitas, yang dibarengi dengan caga atau kemurahan hati, serta paññā atau kebijaksanaan. Hal ini menunjukkan bahwa saddhā menjadi penting dalam ke-iman-an umat Buddha, karena menjadi dasar bagi tindakan-tindakan bajik lainnya.

Bahkan di dalam kitab suci Dhammapada syair 303, keyakinan memiliki tempat pertama sebelum moralitas, dalam hal faedah atau pahalanya, yakni nama baik, kekayaan, serta penghormatan dari masyarakat.(jum/Sua)