Kemenag lakukan mediasi kasus penistaan agama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah menjadi tuan rumah mediasi terkait permasalahan penistaan agama. Mediasi berlangsung di Aula Gedung Kanwil dengan dihadiri oleh terlapor Ahmad Fauzi dengan pelapor Arief (Forum Umat Islam Semarang). Kementerian agama bersama para pakar di bidang keagamaan dihadirkan dalam proses mediasi tersebut, diantaranya Kassubdit Reskrimsus Polda Jateng Nanang Sutiarto, MUI Jateng Ahmad Daroji, Guru Besar Ahmad Rofiq dan Dekan Fakultas Usuludin UIN Walisongo Semarang Muhsin Jamil, Kepala Bagian Tata Usaha Andewi Susetyo, Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Syaifulloh, LBH dan jajaran pejabat Kanwil.

Mengawali mediasi Kasubdit Reskrimsus Polda Jateng Nanang Sutiarto, menyampaikan bahwa berdasarkan surat LP/B/401/X/2015/Jateng/Reskrimsus tertanggal 9 Oktober 2016 dari Polresta Kota Semarang tentang penanganan perkara ujaran kebencian (hate speth) maka Polda melakukan upaya untuk mediasi dengan para pakar. “Mediasi ini merupakan tindak lanjut perkara penistaan agama ini yang dilakukan oleh Ahmad Fauzi berdasarkan laporan dari Forum Umat Islam (FUI) Semarang,” ujar AKPB Kasubdit Reskrimsus Polda Jateng.

“Sebagaimana masalah ini juga terdapat dalam Surat Edaran Kapolri hendaknya melakukan preventif atau pencegahan, melalui pembahasan dan tahapan mediasi juga dilakukan,” lanjut Nanang Setiarto menambahkan.

Permasalahan timbul pada saat Ahmad Fauzi membuat postingan di dunia maya melalui status facebook dan akun twitternya, di samping itu yang bersangkutan juga menerbitkan bukunya dan menjualnya secara online dengan judul “Tragedi Incest Adam dan Hawa & Nabi Kriminal” dimana isi buku tersebut terdapat indikasi penistaan agama.

Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 45 ayat 2 jo. pasal 28 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik bahwa “Dengan tindak pidana setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan Suku, Agama, Rasa dan Antar Golongan (SARA)“.

Perwakilan dari FPI (Front Pembela Islam) mengatakan bahwa melihat potensi kasus Ahmad Fauzi yang telah melakukan penistaan agama hendaknya Kemenag, MUI dan para pakar memberikan kepada yang bersangkutan semacam shock therapy, berarti perlu diselesaikan secara jalur hukum. “Apabila tidak diselesaikan secara hukum kami merasa kuatir dan akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar bagi umat Islami,” ujar Arief.

Sebagai kesimpulan perjalanan mediasi, Ketua Komisi Fatwa Muhyiddin memberikan masukan bahwa Ahmad Fauzi hendaknya harus dapat membedakan bahasa hukum dan akademik. “Persoalan ini apabila di bahas melalui aspek akademik maka tidak ada titik temu,” ungkap Muhyiddin.

Kemudian, menurut Muhyiddin seharusnya; harus diproses sesuai hukum yang berlaku karena dilihat dari segi aturan hukum Negara dan agama sudah meresahkan umat yang pemahaman awam tentang agama. “Permasalahan ini harus diselasaikan sesuai prosedur aturan hukum yang sudah berlaku di Indonesia,” terangnya.

Menutup kegiatan mediasi, Kabid Urais menyimpulkan bahwa Kementerian Agama sesuai tugas dan fungsinya telah memfasilitasi perjalanan rapat dan mediasi walaupun belum dapat diselesaikan, akan tetapi dari berbagai masukan dan pendapat dari pakar semoga dapat sebagai bahan dalam menyelesaikan sampai pada keputusan final. “Terkait kasus Ahmad Fauzi sebab segala keputusan selanjutnya diserahkan kepada pihak yang mempunyai wewenang untuk proses lebih lanjut,” ungkap Saifulloh. (ali/gt)