Surakarta – Dengan diterbitkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, semakin mengukuhkan profesi guru sebagai sebuah profesi yang sejajar dengan profesi yang lain. Namun hal itu juga mengandung tanggung jawab yang besar bagi seorang guru, termasuk guru Pendidikan Agama Kristen (PAK). Oleh karena itu guru harus terus-menerus mengembangkan kompetensinya, baik itu kompetensi utama sebagai seorang guru maupun kompetensi pendukung lainya.
Demikian disampaikan Kepala Kemenag Kota Surakarta yang diwakili oleh Penyelenggara Kristen, Dwi Kuncoro dalam sambutannya saat membuka kegiatan Pembinaan Guru Pendidikan Agama Kristen di Hotel Sarila Surakarta, Jumat (21/4)
“Undang-undang 14 Tahun 2005 memberikan kejelasan status dari seorang guru tapi sebagai akibat dari undang-undang tersebut, guru dituntut kompetensinya dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru yang professional”, papar Dwi Kuncoro.
Peningkatan kualitas pendidikan tidak terlepas dari bagaimana para guru mengajar secara pofesional sehingga peserta didik pun senang mengikuti proses pembelajaran. Guru yang profesional pasti memiliki visi dan misi yang jelas dalam menjalankan tugasnya.
Visi guru profesional adalah terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Sedangkan misinya adalah mengangkat martabat tenaga pengajar, menjamin hak dan kewajiban tenaga pengajar, meningkatkan kompetensi tenaga pengajar, memajukan profesi serta karier tenaga pengajar, meningkatkan mutu pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan nasional, dengan demikian, kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru harus bisa dibagi menjadi empat kategori, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
“PAK bukan hanya diajarkan sebagai ilmu pengetahuan, lebih dari itu PAK juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai iman Kristen, Oleh karena itu profesionalitas guru PAK harus berbasis pada spiritualitas sehingga seluruh kehidupan seorang guru PAK mampu menjadi cermin atau contoh bagi anak didiknya,” jelas Dwi Kuncoro.
Dwi Kuncoro menekankan peningkatan kompetensi guru agama PAK adalah hal yang utama dalam menjawab tantangan-tantangan yang tengah melanda dunia pendidikan pada umumnya dan karakter anak didik pada khususnya.
Lebih lanjut Dia menegaskan bahwa, kemajuan dalam bidang sains dan teknologi yang berkembang dengan cepat, disatu sisi menampakkan sisi positif bagi dunia pendidikan, tetapi juga bisa menimbulkan konflik/gap antara yang kuat dengan yang lemah, yang melek teknologi dengan yang gagap teknologi, yang kaya dengan yang miskin, yang pandai dan bodoh dan sebagainya.
“Guru PAK dalam melayani peserta didik harus sesuai dengan kondisi zaman dan perspektif dimasa depan, jangan sampai guru menjadi gaptek, sehingga kalah dengan anak didiknya”, pungkas Dwi Kuncoro.(dk-abc/wul)