Pelajar, Pionir Penepis Stigma Negatif Bangsa

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Rembang — “Apa yang kamu pikirkan tentang Indonesia saat ini?,” demikian pertanyaan yang terlontar dari Kasi Ketahanan Bangsa, Kesbangpolinmas Kabupaten Rembang kepada sejumlah siswa SMA/SMK peserta kegiatan Wawasan Rahmatan Lil Alamin yang diselenggarakan olen Kankemenag Kabupaten Rembang, Selasa (17/2).

Beberapa siswa pun menjawab secara beragam. Disamping jawaban positif seperti “Negeri yang Kaya, masyarakat yang Ramah,” sejumlah jawaban negatif pun banyak diutarakan “Korupsi, Teroris, Narkoba,” merupakan hal-hal yang sangat lekat dengan keadaan Indonesia akhir-akhir ini.

Romli menilai negera ini sudah diterpa oleh stigma negatif yang menurunkan citra bangsa di kalangan internasional. Padahal, dulu Indonesia begitu dipuja-puja oleh dunia, karena mampu mengalahkan dan mengusir penjajah selama 3,5 abad lamanya.

Hal ini inilah yang menjadi PR generasi penerus bangsa, yaitu pelajar SMA yang dianggap merupakan usia strategis dalam memahami perannya untuk melanjutkan pembangunan bangsa kelak, sehingga bangsa Indonesia akan mampu menunjukkan kemajuannya di mata dunia.

Namun, para generasi muda justru banyak yang sudah terjerat dalam kelompok-kelompok yang memecah belah kesatuan bangsa dan NKRI. Gafatar dan ISIS merupakan contoh nyata. Oleh karena itu, siswa-siswa harus sedini mungkin menguatkan pondasinya akan Islam yang sebenarnya, yaitu Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang membawa perdamaian bagi semua ummat.

“Karena di Rembang, sudah ada keluarga yang terbujuk dan bergabung dengan Gafatar. Tapi mereka sudah disyahadatkan kembali dan kembali ke keluarganya,” ungkap Romli.

Romli meminta kepada segenap siswa untuk tidak terjebak dengan organisasi-organisasi yang sekiranya menyimpang dari akidah Islam, utamanya ketika memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karena justru di Perguruan Tinggi lah, banyak berkeliaran organisasi-organisasi yang tidak jelas dan menjadikan mahasiswa sebagai sasarannya. “Ketika sudah kuliah, waspadailah aliran-aliran agama atau kemasyarakatan yang aneh-aneh,” pesan Romli.

Seminar yang diikuti oleh 80 siswa-siswi Rohis SMA/SMK ini juga menghadirkan narasumber Kanit Binkamsa, Iptu Rusydi, Kepala kantor Kementerian Agama Kabupaten Rembang Atho’illah, dan Kasi PAIS Kankemenag Kabupaten Rembang Ruchbah.

Iptu Rusydi mengatakan, sebagian besar masyarakat tergabung dengan organisasi seperti ISIS dan Gafatar karena motif ekonomi. Dengan iming-iming gaji yang tinggi dan keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, mereka akhirnya rela meninggalkan keluarganya. “Namun setelah di Irak, ada anggota yang merasa ditelantarkan dan bercerita bahwa gaji tinggi adalah bohong,” kisah Rusydi.—(Shofatus Shodiqoh/gt)