Penyuluh Agama adalah Mediator Bukan Provokator

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Magelang – Penyuluh Agama harus mampu menangkap dan menerjemahkan “tanda-tanda” kehidupan yang terjadi dalam masyarakat. Persepsi seseorang terhadap sebuah permasalahan sangat dipengaruhi oleh pemahaman keilmuan yang dimiliki dan latar belakang kehidupan yang bersangkutan.

Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Kemenag Kab. Magelang Kudaifah, pada kegiatan Pembinaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Magelang di Gedung Serba Guna KPRI Kokarda, Kompleks Kantor Kementerian Agama Kab. Magelang, Selasa (07/02).

Hadir dalam kegiatan Ketua FKUB Kab. Magelang Rahmat, Ketua MUI Kab. Magelang Afifuddin, segenap pengurus FKUB Kabupaten Magelang, dan dan 220 Penyuluh Lintas Agama.

Menurut Kudaifah, tantangan Penyuluh Agama sekarang ini sangat kompleks, sebab saat ini Penyuluh Agama berhadapan dengan tatanan masyarakat yang multikultural dengan bahasa, adat istiadat, kebudayaan, dan keyakinan yang berbeda. Untuk menjawab tantangan tersebut, dituntut profesionalisme dan sikap bijaksana dalam menyikapi fenomena terkait kondisi tersebut.

“Tidak bisa dipungkiri sebagai pemeluk suatu agama, panjenengan harus madep mantep terhadap kebenaran agama yang dianut, namun di satu sisi bangsa ini adalah sebuah bangunan besar yang tidak hanya terdiri dari satu agama. Bermacam-macam agama ada di sini sehingga kedewasaan sikap menjadi satu keharusan dalam menyikapi keberagaman tersebut,” terangnya.

Menyikapi realita kehidupan masyarakat yang majemuk tersebut, diperlukan kedewasaaan sikap, sehingga Kudaifah berpesan agar penyuluh agama dapat melaksanakan tugasnya sesuai ajaran agamanya tanpa dengan tetap menjaga kerukunan terhadap pemeluk agama lainnya.

Terkaitnya dengan tingginya kerawanan sosial yang dipicu oleh SARA yang akhir-akhir ini sangat mudah terjadi, Kudaifah mengintruksikan kepada semua Penyuluh Agama agar jangan sampai menjadi provokator, tetapi dapat menjadi mediator yang baik yang mampu menjembatani perbedaan dan dapat menetralisir konflik yang berkembang.

“Haram hukumnya Penyuluh Agama menjadi provokator. Penyuluh Agama harus bisa berperan sebagai jembatan dalam setiap perbedaan. Hindarilah sikap eksklusif dengan membenarkan diri sendiri. Bismilah lakhaula wala kuata illa billah, semoga dengan niat ini kita telah menjalankan tugas sebagai khalifatulloh fil ardhi,” harapnya.

Kudaifah yakin dengan kemampuan dan dasar keilmuan yang dimiliki seorang Penyuluh Agama, maka ia akan  mampu menjalankan tugas berat yang diembannya, bekerja dengan profesional dan dapat menjadi contoh bagi lingkungannya dalam menghadapi kebhinnekaan yang ada masyarakat. (athoy/m45k/Af)