Santri harus mampu tembus pasar dunia

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Rembang — Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang melahirkan generasi penerus bangsa. Oleh karenanya, pondok pesantren selaiknya membekali para santri dengan ilmu-ilmu yang bisa diterapkan langsung di dunia nyata, salah satunya adalah kemampuan berwirausaha, baik di bidang pertanian, perkebunan, perniagaan, kerajinan, dan sebagainya.

Demikian dikemukakan oleh Kepala Biro Bina Mental Setda Provinsi Jawa Tengah, Rahardjanto Pudjiantoro ketika memberikan sambutan pembukaan dalam rangka Pendidikan Kemasyarakatan bagi santri se-eks Karesidenan Pati yang digelar di Pondok Pesantren Alhamdulillah, Sulang, Rembang selama dua hari (17-18/2).

Acara tersebut dihadiri jajaran pejabat Pemprov Jawa Tengah, Kasi Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, Kepala Kankemenag se-eks Karesidenan Pati, segenap pejabat Kankemenag Kabupaten Rembang, Kepala KUA Kecamatan Sulang, Pengasuh Ponpes Alhamdulillah, dan tamu undangan lainnya. Acara ini melibatkan sekitar 100 peserta yang berasal dari 25 pesantren se-eks Karesidenan Pati.

Rahardjanto mengatakan, sudah saatnya santri tak lagi diidentikkan dengan kalangan yang pragmatis dan praktis, dan hanya memiliki bekal ilmu agama. Sebaliknya, santri harus mampu melihat dunia luar dan belajar untuk bersosialisasi langsung di masyarakat.

Salah satu bentuk sosialisasi tersebut adalah kemampuan berwirausaha. Selain membentuk jiwa kemandirian, wirausaha ini memiliki banyak manfaat, antara lain membentuk karakter seseorang menjadi lebih kuat. “Karena di dunia usaha, jatuh bangun itu hal yang biasa sehingga menjadikan seseorang lebih kuat dalam menghadapi berbagai masalah sekaligus bisa menyelesaikannya,” tegasnya.

Diuraikannya pula, saat ini dunia telah memasuki perdagangan bebas, di mana segala komoditas bisa keluar masuk negara. Hal ini mengakibatkan persaingan pasar begitu ketat. Untuk menghadapinya, santri yang mempunyai fighting spirit, yaitu semangat juang yang tinggi, tahan banting, tekun, ulet, dan terampil di berbagai bidang. Bahkan bila perlu santri harus bisa terjun dalam persaingan pasar bebas tersebut.

Koordinasi

Sementara di dunia kerja, banyak generasi muda yang lebih memilih mencari pekerjaan dibanding berwirausaha. Padahal, lanjut dia, kuota tenaga kerja, baik PNS, perusahaan, perbankan, maupun lembaga lainnya sangat terbatas. Kondisi bisa mengakibatkan jumlah pengangguran kian bertambah.

Untuk mengantisipasi kondisi ini, genarasi muda, termasuk para santri harus dibangkitkan jiwa wirausahanya, bahkan mampu menciptakan lapangan kerja. Namun pertumbuhan usaha, baik kecil, menengah, dan besar tampaknya belum begitu menggembirakan. Sebagaimana yang ditunjukkan data nasional, pertumbuhannya hanya mencapai 0,24 persen dari angka idel 2 persen. “Inilah yang menjadi PR pemerintah kepada masyarakat, utamanya kepada para santri. Juga menjadi tantangan bagi para santri,” ujarnya.

Dia berharap, pelatihan lifeskill ini bisa memicu semangat para santri untuk bisa mengembangka usaha, sehingga siap terjun ke masyarakat. Pihaknya mengimbau kepada pengelola pondok pesantren agar selalu berkoordinasi dengan stakeholder terkait, sehubungan dengan upaya pengembangan wirausaha santri.

”Bangsa Indonesia memerlukan pemuda yang kreatif untuk mewujudkan Jawa Tengah yang Sejahtera dan Berdikari,” pungkasnya.—Shofatus Shodiqoh