Pelunasan BPIH, Istitho’ah Kesehatan Haji Jadi Perhatian

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang (Inmas) – Keputusan Presiden (Keppres) No.7 tahun 2018 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada 10 April 2018 telah resmi ditandatangani. Keppres ini mengatur dua hal pokok. Pertama, mengenai besaran BPIH untuk jemaah haji reguler di setiap embarkasi. Kedua, besaran BPIH untuk Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) per embarkasi.

“Secara teknis, Kementerian Agama akan menyiapkan petunjuk teknis (juknis) yang merupakan turunan dari Keppres tersebut terkait pelunasan BPIH termasuk mekanisme penggantian/ pelimpahan nomor porsi jamaah wafat, jamaah usia lajut, pendampingan, mahram dan lain-lain,” jelas Nizar Ali, Dirjen PHU Kemenag RI ditemui disela-sela kunjungannya (Kamis, 12/04) dalam rangka pengawasan pelaksanaan rekrutmen petugas haji tahun 2018 di Asrama Haji Transit Semarang.

Terkait pelunasan BPIH, tentunya tidak lepas dari masalah istitho’ah haji yang merupakan salah satu persyaratan pelunasan BPIH yang nanti ditunjukkan dengan surat keterangan sehat (bebas istitho’ah). Kemenag dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah berkoordinasi  dan berkonsolidasi bahwa keterangan istitho’ah itu diberikan pada calon jemaah di level kabupaten/ kota. Pernyataan bebas isthito’ah menunjukkan secara medis dinyatakan sehat dan berhak untuk diberangkatkan ke Arab Saudi.

“Apabila sudah dinyatakan bebas isthito’ah akan keluar surat panggilan masuk asrama (SPMA) dan saat sudah masuk asrama ada checking terakhir kesehatan di embarkasi apabila disinyalir ditemukan penyakit baru yang menyebabkan keraguan pada istitho’ah kesehatanya (ghairu istitho’ah) maka keputusan keberangkatan tergantung hasil keputusan rapat PPIH Embarkasi,” terang Dirjen PHU.

Nizar Ali menambahkan istitho’ahnya masih pada level penyakit yang masih bisa direhabilitasi tentu keberangkatannya masih bisa ditunda untuk keberangkatan selanjutmya. Sedangkan yang sudah dinyatakan sakit permanen belum ada aturan/ regulasi yang pasti terkait penggantian jamaah ghairu istitho’ah. Selama ini yang dilakukan adalah pembatalan dari yang bersangkutan.

“Bukan kami yang mengklaim dia tidak istitho’ah. Pembatalan itu sifatnya pengajuan dari yang bersangkutan”, tandasnya.

Namun dalam perjalanannya dari jemaah calon haji tersebut sudah melakukan berbagai ikhtiar sampai dinyatakan istitho’ah, maka masih ada kesempatan untuk berangkat di tahun-tahun selanjutnya. Namun apabila secara pribadi sudah menyatakan diri tidak mampu/sakit permanen maka dengan pengajuan pembatalan, kekosongan dari nomor porsi jemaah calon haji tersebut baru bisa diisi dari nomor porsi selanjutnya/ nomor porsi cadangan.(Wul/Wul)