Nyadran Lintas Agama, Kearifan Lokal Desa Getas Kabupaten Temanggung

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Temanggung – Desa Getas yang berada di wilayah Kecamatan Kaloran, sudah lama dikenal sebagai miniatur Indonesia. Dengan jumlah penduduk empat ribu jiwa lebih, desa ini mempunyai dua puluh delapan tempat ibadah terdiri dari sebelas wihara, sembilan masjid dan delapan gereja. Sudah banyak yang datang ke desa tersebut untuk “study banding” mulai dari akademisi, mahasiswa, Ormas, LSM dan bahkan peneliti dari luar negeri. Keistimewaan dan keunikan dalam dinamika kehidupan beragama di Getas menjadi daya tarik tersendiri. Itulah juga yang menggelitik segenap pengurus FKUB Batang untuk datang melihat langsung keunikan tersebut.

Dalam kesempatan penyambutan di balai Desa Getas, KH. M.Subkhi, Ketua FKUB Batang menjelaskan bahwa maksud kunjungannya bersama sepuluh orang pengurus lainnya untuk melihat langsung kehidupan masyarakat Desa Getas, yang mampu merawat kerukunan dan kebhinekaan di tengah pluralisme agama dan kepercayaan. “Selanjutnya akan dijadikan model menejemen kerukunan bergama di Kabupaten Batang,” ujar Subkhi.

Sementara itu, KH. M.Faizun, ketua FKUB Kabupaten Temanggung menjelaskan, kondisi geografis dan demografis masyarakat Getas merupakan desa kerukunan yang menjadi pioner kerukunan di Temanggung.

Dalam kesempatan yang sama, Wiyanto selaku Kepala Desa memaparkan, bahwa sikap toleran dan rukun ditunjukkan warganya tidak hanya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan saja, akan tetapi juga dalam kehidupan sosial keagamaan, seperti kerjasama dalam membuat tempat ibadah, prosesi kematian dan peringatan hari besar keagamaan. Masyarakat Getas yang mayoritas bermata pencaharian petani ini mempunyai tradisi unik, yaitu NYADRAN LINTAS AGAMA, semua pemeluk agama bersatu dan bersama-sama menyelenggarakan kegiatan tradisi nyadran untuk berdoa bersama sesuai keyakinan masing-masing. “Sebuah kearifan lokal yang sangat inspiratif,” papar Wiyanto.

Dalam kesempatan kunjungannya, Sabtu, (19/01), FKUB Batang diberi kenang-kenangan buku NGAJI TOLERANSI, karya asli anak Desa Kaloran, Ahmad Syarif Yahya yang sangat diapresiasi oleh para pengrus FKUB.(nm/sua)