Sendratari, Melestarikan Seni Budaya untuk Mengolah Kreatifitas dalam Religiositas

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Wonosobo – Nguri-uri kebudayan atau dalam rangka melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia, MAN 1 Wonosobo gelar ujian praktik Mata Pelajaran Seni Budaya, dengan menggelar pagelaran Sendratari yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik MAN 1 Wonosobo. Pertunjukan tersebut berlangsung di Gedung Haji Mendolo Wonosobo, dan dilangsungkan selama dua hari berturut-turut, Jum’at hingga Sabtu, 18-19 Oktober, mulai pukul 10.00 WIB, (19/1). Menggunakan sistem berkelompok, peserta didik MAN 1 Wonosobo terbagi menjadi 12 kelompok. Selanjutnya sebagai prolog pembuka ujian praktik, gabungan siswa siswi MAN 1 Wonosobo menampilkan teaterikal dan tari.

Menurut Kepala Madrasah, Warsam menuturkan, ujian praktik dikemas untuk memberikan ruang kreatifitas bagi peserta didik untuk berlatih, berkarya dan berpacu dalam seni budaya.

“Ujian praktik ini tidak lain untuk mengasah bakat para siswa dan memberikan mereka ruang untuk menunjukan bakat yang mereka gali selama ini. Melihat antusias peserta didik yang menggeluti dunia seni budaya ini sangatlah menggembirakan, maka Seni Budaya ini dimasukan juga sebagai bagian dari kurikulum. Keluhuran warisan bangsa bukan hanya dalam bentuk-bentuk semisal bangunan candi dan lain-lain, ada kehendak atau karsa yang berwujud dalam beragam olah seni dan tari yang mengunggulkan estetika peradaban kita jaman dulu. Ini yang ingin kita tanamkan pada siswa agar anak-anak bisa mengenal, mempelajari dan meneruskannya,” ucap Warsam.

Turut hadir juga Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo, M. Thobiq, yang dalam sambutannya memberi apresiasi kegiatan tersebut.

“Agak mengejutkan memang, sekolah MAN 1 Wonosobo yang kurikulum pendidikannya berbasis pada agama bisa menghadirkan sejumlah kreasi tari yang tidak sekadar tari, namun berbentuk sendratari. Epos Ramayana dan Mahabarata, serta folklore legenda Kiai Kaladite yang sarat dengan muatan lokalpun bisa diterjemahkan dalam bentuk sendratari yang penuh pesan moral. Kajian tari dalam perspektif muslim tentu tak bisa dilepaskan sudut pandang religiositas olah gerak yang memiliki kaidah atau pesan moral, dan hari ini kita melihat kreatifitas dari MAN 1 Wonosobo mengolah seni budaya untuk melestarikan nilai-nilai luhur dalam bentuk pagelaran yang apik, ke depan semoga juga bisa melahirkan prestasi bagi sekolah hingga skala nasional,” pesan M Thobiq.

Sementara itu, dari kacamata Budayawan Wonosobo, Gus Blero, yang sempat hadir di pagelaran mengatakan, pihaknya terkejut melihat penampilan luwes para siswa.

“Ada tiga syarat sebuah gelaran seni bisa lahir sebagai produk kebudayaan. Karya seni harus lahir dari sebentuk kegembiraan, itu yang pertama. Kegembiraan ini yang kemudian menumbuhkan rasa syukur bersama, hingga seni bisa diproduksi secara berkesinambungan. Dari situlah apa yang disebut identitas budaya sebuah kelompok atau daerah selanjutnya bisa dikenal.“ ungkap Gus Blero. (PS-WS/SUA)