Penghulu Harus Dalami Aturan Sebelum Ambil Tindakan

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Tegal (Slawi) – Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Tegal, Sukarno, menghimbau kepada para penghulu untuk lebih dahulu memahami aturan, sebelum mengambil tindakan dalam pelayanan kepada masyarakat. Hal itu disampaikannya dalam Kegiatan Sosialisasi Peraturan Perundangan Penghulu yang diselenggarakan oleh Seksi Bimas Islam Kantor Kementerian Agama Kab. Tegal, Senin (18/02) di Rumah Makan Kampung Moci  Lebaksiu.

Kegiatan yang sepenuhnya dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kantor Kementerian Agama Kab. Tegal Tahun Anggaran 2019 ini, dihadiri oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Tegal, Sukarno, didampingin Kepala Seksi Bimas Islam H. A. Saefudin Zuhri dan seluruh Kepala KUA dan Penghulu  Kab. Tegal, dengan mendatangkan narasumber Kepala Pengadilan Agama Slawi, H. Nuheri.

Dalam pembinaannya, Sukarno  menjelaskan bahwa sekarang ini sudah banyak masyarakat yang sadar akan aturan. Hal ini mengharuskan para Kepala KUA dan Penghulu untuk lebih tahu dan paham mengenai aturan, khususnya mengenai hukum perkawinan, mawaris, wakaf dan shadaqah serta sengketa ekonomi syariah. Dengan memahami aturan-aturan itu, diharapkan dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat, bahkan mampu memberikan suluh penerang kepada masyarakat yang belum mengetahuinya.

“Jangan sampai kita digugat oleh masyarakat, karena menerapkan aturan atau hukum dengan tidak tepat. Pelajari aturan mainnya dan sesuaikan dengan Tupoksi kita sebagai Kepala KUA atau penghulu, sehingga pelayanan kita tepat, cepat dan aman karena tidak melanggar aturan,” pesan Kepala Kantor.

Sementara H. Nuheri, narasumber utama dalam kegiatan itu menjelaskan mengenai Kewenangan Absolut Pengadilan Agama menurut Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Aturan ini harus dikuasi betul oleh para Kepala KUA dan Penghulu ketika berhadapan dengan kasus perkawinan, kewarisan, wakaf dan shadaqah serta sengketa ekonomi syariah. Aturan ini secara jelas mengatur kasus-kasus yang berkait dengan masalah di atas.

“Pahami betul aturan mengenai perkawinan, khususnya yang berkaitan dengan masalah perceraian yang akhir-akhir ini marak terjadi. Aspek-aspek yang menjadi alasan terjadinya perceraian harus dikuasai dengan benar. Sekurang-kurannya ada delapan unsur yang bisa menjadi alasan perceraian. Bila salah satu unsur ini terpenuhi, maka bisa terjadi perceraian. Misalnya salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan. Dalam hal pekawinan dan kasus-kasus yang  berkait dengannya, KUA adalah leading sector. Karena itu pahami betul aturannya. Jangan sampai tindakan yang kita ambil  bertentangan dengan aturan,” jelas H. Nuheri sebagai narasumber. (AS/Wul)