Musta’in Ahmad : Penyuluh PAK Harus Terapkan Empat Fungsi

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Surakarta – Dalam menjalankan tugas,penyuluh harus bisa menerapkkan  empat fungsi. Fungsi  informatif,  edukatif, konsultatif, dan advokatif. Yaitu mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran agama. Kemudian mau memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, serta melakukan pembelaan bagi masyarakat dari berbagai ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang merugikan kehidupan iman dan moral.

Demikian disampaikan Musta’in Ahmad, Kepala Kemenag Kota Surakarta, pada acara penyerahan SK untuk 12 Penyuluh Agama Kristen (PAK) non PNS Kemenag Kota Surakarta saat apel pagi, di halaman Kantor Kemenag Kota Surakarta, Senin (25/03).

Musta’in mengucapkan selamat bergabung dalam keluarga besar Kemenag. Ia menegaskan beberapa hal penting berkaitan dengan tugas dan fungsi PAK non PNS yang saat ini dihadapkan pada suatu kondisi masyarakat yang berubah dengan cepat yang mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, dan sumber informasi.

“Setiap penyuluh agama seharusnya secara terus menerus meningkatkan pengetahuan kepenyuluhan dengan mengesampingkan dogma masing-masing”, papar Musta’in.

Oleh karena itu, menurutnya, wawasan dan pengembangan diri serta teknik dalam penyampaian materi keagamaan kepada masyarakat harus mengedepankan fenomena faktual terhadap kondisi dan kebutuhan masyarakat.

“Dalam konteks tahun politik 2019, ada banyak tantangan dan persoalan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia, antara lain penggunaan sentimen-sentimen negatif dan berita bohong (hoax) untuk meraih kepentingan politik,” ujarnya.

Dalam situasi seperti ini, katanya, diharapkan para penyuluh dapat  membangun komitmen pribadi untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“(Jadi) para penyuluh agama harus bersikap kritis dan hati-hati dalam menggunakan media sosial secara bijak,” imbau Musta’in.

Ia memberi pedoman sederhana yang dapat dipakai diantaranya, ojo gumunan dan ojo kagetan.

“Yang bermakna larangan untuk tidak mudah kagum atau heran dengan sesuatu yang belum pasti asal-usulnya,” katanya.

Untuk itu, Ia mengingatkan sebagai pengguna medsos jangan terlalu mudah kagum dan heran terhadap sebuah konten dan jangan mudah menyebarkannya kepada orang lain. (ibnu-rma/bd)