Review Kurikulum MDT bersama dengan Kasubdit MDT Kementerian RI

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Oleh: Akhmad Sururi (Wakil Sekjen Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah/DPP FKDT)

MDT (Madrasah Diniyah Takmiliyah) sebagai lembaga pendidikan tidak lepas dari kurikulum dan pembelajaran sebagai aspek terpenting dalam pendidikan. Meskipun secara spesifik regulasi kurikulum MDT dalam PP  55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dan PMA No 13 tahun 2014 tentang Pendidikan  Keagamaan Islamn tidak disebutkan secara redaksional. Namun kedua regulasi tersebut menjadi dasar yuridis normatif yang dilanjutkan dengan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI.

Kedua landasan yuridis (PP 55 th 2007 dan PMA No 13 tahun 2014) tersebut sampai hari ini sedang dalam proses revisi karena nomenklatur Pesantren sudah menjadi Undang Undang secara mandiri. Namun demikian menurut kaidah hukum, selama revisi belum disahkan maka kedua landasan hukum tersebut masih berlaku menjadi landasan yuridis. Sehingga segala hal yang terkait dengan kebijakan tentang MDT tidak bisa dilepaskan dari dua landasan hukum tersebut. Termasuk nomenklatur  selanjutnya diturunkan dalam Kep Dirjen Pendis tentang Pengembangan Kurikulum dan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan MDT. Semuanya akan bermuara pada PP 55 tahun 2007 dan PMA No 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.

Sebagai komponen terpenting dalam pendidikan kurikulum MDT menjadi irisan dari tradisi Pesantren. Disisi inilah Subdit MDT Kemenag RI yang secara teknis menangani MDT membuat pedoman standar secara nasional. Pedoman atau standar yang bersifat menimal memberikan ruang gerak bagi lembaga MDT untuk melakukan pengembangan secara mandiri. Hal ini karena ada asumsi bahwa MDT lahir dari rahim Pesantren sehingga dalam aspek kurikulum di beberapa daerah mengiblat kepada pendiri MDT yang sebagian besar alumni Pesantren.

Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan kurikulum pada lembaga pendidikan formal, maka kurikulum MDT melakukan proses metamorfosis dalam rangka “wal akdzu bil jadidil ashlah” (mengadopsi metode baru yang lebih relevan. Meminjam bahasanya Kasubdit MDT (Hj Siti Sakdiyah, M.Pd) dengan sebutan ATM akronim dari adopsi, tiru dan modifikasi. Tentu konsep ATM ini dengan tetap melestarikan metode lama yang masih relevan yang menjadi ciri khas utama MDT. Sehingga implementasi ATM dalam konsep kurikulum lebih menekankan diksi yang  menyesuaikan dengan diksi pada kurikulum pada lembaga formal. Mulai dari aspek elemen, capaian Pembelajaran, tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran.

Komitmen Subdit MDT Kemenag RI dalam memperkuat eksistensi MDT di tengah tengah masyarakat perlu kita apresiasi. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa kegiatan yang melibatkan praktisi MDT dan beberapa akademisi. Meskipun dua landasan yuridis MDT saat ini masih menunggu revisi, akan tetapi ikhtiar Subdit MDT tidak pernah berhenti  melakukan inovasi kegiatan  untuk penguatan MDT.

Seyampang dengan regulasi nasional (PP dan PMA) yang masih menunggu revisi, eksistensi MDT berjalan terus tanpa berhenti. Bahkan di beberapa daerah semakin berkembang dengan dukungan regulasi daerah (Perda). Kita berharap regulasi nasional yang akan diterbitkan akan semakin memperkokoh MDT di nusantara. Dengan  demikian pejabat daerah dalam mengambil kebijakan untuk MDT tidak mengalami multi tafsir dalam mengimplementasikan pada tataran anggaran. Langkah langkah yang dilakukan oleh Kasubdit MDT dalam melakukan komunikasi baik secara formal maupun informal dengan beberapa pejabat Bappenas menjadi angin segar untuk masa depan MDT di Indonesia. Oleh karena kesempatan tersebut kita tangkap dengan langkah positif dari komunitas MDT untuk melakukan penataan dalam pengelolaan. Hal ini sangat penting agar lembaga MDT yang menjadi pilar dari sistem pendidikan nasional akan menjadi kuat dalam aspek kualitas pendidikannya dan masyarakat menemukan kesadaran pentingnya MDT untuk anak anak mereka.(*)