Mungkid – Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Borobudur selenggarakan Pelatihan Hisab dan Rukyat, Kamis (22/02). Pelatihan diikuti oleh ASN KUA Kec. Borobudur, PPN (Pembantu Pencatat Nikah), dan Penyuluh Agama Islam Honorer di KUA Kec. Borobudur.
Kepala KUA Kec. Borobudur Muhammad Hakim, menyampaikan bahwa salah satu fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama adalah pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan syariah. Namun saat ini fungsi ini belum banyak dilakukan karena hisab dan rukyat merupakan cabang ilmu yang dinilai cukup sulit, dan tidak banyak yang kompeten di bidang ini.
“Fungsi bimbingan hisab rukyat dan pembinaan syariah tersebut belum banyak dilakukan oleh Kantor Urusan Agama mengingat hisab rukyat merupakan salah satu cabang ilmu yang dinilai cukup sulit. Belum banyak Kepala KUA maupun Penghulu yang menguasai dengan baik mengenai ilmu falak atau yang biasa disebut di Kementerian Agama sebagai hisab rukyat,” kata Muhammad Hakim.
Muhammad Hakim menyampaikan bahwa saat ini hisab rukyat menjadi tanggung jawab Ditjen Bimas Islam yang secara teknis dikoordinir oleh Penyelenggara Syariah dan di lapangan menjadi salah satu fungsi pada Kantor Urusan Agama, maka kepala KUA dan Penghulu harus mulai belajar tentang hisab rukyat untuk dapat melakukan bimbingan kepada masyakarat.
“Bimbingan hisab rukyat yang dilakukan oleh Kantor Urusan Agama diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan ibadah bagi masyarakat Muslim di wilayahnya dan meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah. Sudah menjadi tugas pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama untuk memberikan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam pelaksanaan ibadah termasuk di bidang hisab rukyat yang masih menjadi salah satu ilmu yang dipandang cukup sulit di kalangan masyarakat kita saat ini,” paparnya.
Sebagai narasumber kegiatan tersebut adalah Fathurrohim, Kepala KUA Kec. Tempuran yang merupakan Tim Hisab Rukyat Kantor Kemenag Kab. Magelang. Fathurrohim menyampaikan materi praktik pengukuran arah kiblat
“Praktek pengukuran dilakukan di awal bimbingan karena pengukuran arah kiblat menggunakan sinar matahari lebih akurat jika dilakukan sebelum jam 10.00 WIB untuk pengukuran pagi hari, maksimal sebelum jam 11.00 WIB. Panjang bayangan dinilai akurat minimal 50% dari panjang benda. Pengukuran idealnya dilakukan pagi hari sebelum jam 10.00 WIB atau sore hari setelah jam 13.30 WIB,” jelas Fathurrohim.
Praktik pengukuran arah kiblat menggunakan dua alat namun metode yang digunakan sama yakni menggunakan azimuth matahari.
Pertama, praktik pengukuran arah kiblat menggunakan alat istiwa’aini. Pengukuran arah kiblat dengan alat tersebut dilakukan dengan menarik benang sesuai bayangan matahari lalu ditarik garis lurus di atas kertas yang telah disiapkan. Saat bayangan matahari ditandai dengan garis lurus di atas kertas tersebut dicatat jam dan menit pelaksanaannya. Selanjutnya azimuth matahari sesuai data yang dihitung menggunakan data ephemeris dicatata posisinya, misalnya pada posisi 277 derajat. Selanjutnya alat istiwa’aini dikunci pada derajat sesuai garis bayangan matahari yang telah dibuat sebelumnya.
“Setelah istiwa’aini dikunci pada posisi bayangan matahari selanjutnya benang digeser ke arah kiblat setempat yang dihitung menggunakan rumus arah kiblat. Untuk arah kiblat Borobudur adalah 294 derajat 42 menit 10 detik. Setelah benang ditarik lurus diatas azimuth kiblat setempat, maka selanjutkan dibuat garis lurus di atas kertas yang disediakan maka garis lurus tersebut merupakan arah kiblatnya,” kata Fathurrohim.
Kedua, menggunakan benang yang dilot untuk mengambil bayangan sinar matahari. Bayangan matahari yang diperoleh dari benang yang dilot tersebut dibuat garis lurus sepanjang 100 cm. Setelah itu masukkan data jam pada perhitungan yang telah disiapkan, akan diketahui azimuth matahari pada garis bayangan yang telah dibuat. Dari bayangan sinar matahari yang telah diketahui posisi azimuthnya tersebut lalu dihitung pergeserannya sesuai azimuth arah kiblat lokasi. Dengan menggunakan rumus trigonometri maka akan diketahui secara tepat garis arah kiblatnya.
Fathurrohim menjelaskan praktek pengukuran dengan dua alat tersebut dibutuhkan keahlian dibidang hisab rukyat. Bagi yang masih awam ada cara yang lebih mudah, yakni menggunakan jadwal rasydul qiblat harian yang telah disusun untuk setiap desa se-Kecamatan Borobudur. Kelemahannya dengan jadwal tersebut terdapat bulan-bulan tertentu yang tidak dapat dilakukan pengukuran karena bayangan matahari sesuai jadwal terkadang sangat pendek. Meskipun demikian, jadwal tersebut dapat digunakan untuk mengecek arah kiblat secara umum pada masing-masing masjid dan musholla di lingkungannya masing-masing,
Para peserta terlihat sangat antusias mengikuti bimbingan arah kiblat karena merupakan ilmu yang masih relatif baru bagi mereka.
“Keterbatasan waktu membuat bimbingan hisab rukyat baru dapat dilakukan mengenai arah kiblat, selanjutnya masih dibutuhkan bimbingan di bidang hisab rukyat secara lebih luas mengenai perhitungan awal sholat, awal bulan hijriyah dan rukyatul hilal serta mengenai gerhana matari dan bulan, lanjut Muhammad Hakim. (mh/am/bd).