Semarang (Inmas) – Pelaksanan Raker Jajaran Kanwil Kementerian Agama Prov. Jawa Tengah pada 6 -8 Maret 2018 di MG Setos Hotel Semarang menghadirkan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Agama, M. Nurkholis Setiawan sebagai salah satu narasumbernya yang membahas tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP).
SPIP adalah adalah sistem pengendalian intern (SPI) yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (PP 60/2008, Bab I Ps. 1 butir 2). Nurkholis mengatakan bahwa yang menjadi pembina SPIP adalah Badan Pemerisa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal sebagai pelaksana yang bertanggung jawab pada menteri/ pimpinan lembaga. Dimana pada Kementerian Agama SPI secara kelembagaan implementatif masih ada pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).
“Namun dengan adanya PMA No.25 Tahun 2017, perkembangan pemikiran secara kelembagaan tentang SPIP berjalan, agar nantinya SPI juga ada di tingkat Kanwil dan berikutnya tidak menutup kemungkinan juga ada di Kemenag Kab/ Kota,” terangnya.
Sejatinya Reformasi Birokrasi dengan SPIP ibarat saudara kembar, yang menjadi pembeda yaitu pembina SPIP adalah BPKP,bertugas mempunya mitigasi risiko/ deteksi dini pada masalah. Sedangkan Reformasi Birokrasi kewenangannya berada di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang ada kaitannya dengan tunjangan kinerja. Pada dasarnya substansi keduanya selaras.
Lanjut Irjen menerangkan tentang unsur yang ada di SPIP dengan menyebutkan ada 4 unsur, yaitu : satu, Kegiatan yang efektif dan efisien. Bicara kegiatan yang efektif dan efisien, kuncinya adalah perencanaan. Melihat serapan DIPA Kemenag secara nasional tahun 2017 yang mencapai 94% naik dibanding tahun 2016, namun masih ada pagu minus dari seluuh satker yang terkumpul sebesar 1,2T.
“ Harap para pimpinan satker melihat kembali RKA-KL supaya tidak ada kesalahan akun ketika merevisi karena tidak tepatnya dalam penempatan akun,” ajak Irjen.
Kedua, Keandalan laporan keuangan, dimana keuangan negara prinsip pengelolaan dan sistem pelaporannya harus sesuai aturan. Ketiga, Keamanan aset negara dan yang terakhir, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Menurut Nurkholis, ketaaatan terhadap regulasi semakin baik dan lebih lanjut menjelaskan bahwa dari temuan BPK atas penilaian keuangan tahun 2016 ada 3 (tiga) karakteristik temuan BPK menurut kelompoknya, yaitu : perguruan tinggi yang menganut BLU, Satker Provinsi, Kemenag Kab/ Kota yang menjadi temuan adalah honor tim dan ini cukup signifikan. Yang terakhir, penataan aset dalam pengadministrasian BMN. Dari temuan tersebut yang menjadi dasar kebijakan pengawasan 2018.
Pada awal tahun 2018 Irjen telah menerjunkan tim reviewer ke 34 provinsi. Tim ini melihat sekaligus mengecek Laporan Keuangan yang dipersiapkan penanggung jawab program kegiatan untuk menghadapi uji petik BPK yang saat ini tengah berlangsung.
"Sebelum BPK turun, Itjen sudah turun terlebih dulu untuk membantu mengecek, menyiapkan dan menyempurnakan laporan keuangan," katanya.
Tahun Politik 2018 dan Netralitas ASN
Terkait dengan kontestasi politik di tahun 2018 ini, Irjen menyampaikan ada program directive ditahun 2018 dalam menghadapi tahun politik, selain program mandatory yang harus dilakukan, seperti : netralitas ASN.
"Bagaimana cara mengawal dan menjaga bagaimana norma yang dianut. Tim Itjen dan Sekjen sedang menyusun norma bagaimana membawa dan memaknai netralitas ASN itu sendiri, jangan sampai ada surat dari Kemepan-RB ada ASN Kementerian Agama (Kemenag) ikut berkampanye yang kemudian difoto, diviralkan atau dituduh macam-macam," jelas Nurkholis.
Maka dari itu, Pimpinan Itjen mengajak seluruh ASN kemenag dengan sangat untuk melakukan 3 (tiga) hal, antara lain; Satu, sebagai aktor karena kita semua ini adalah aktor. Dua, sebagai representasi, setiap kita adalah mewakili lembaga kementerian agama. Ada dimensi yang berbeda dengan lembaga/ kementerian lainnya karena ada kata "Agama" dan yang ketiga sebagai perwujudan.
"Sebagus apapun norma/ piranti apabila kita sebagai ASN Kemenag tidak bisa menjalankan dengan baik dan tidak memiliki spirit kebersamaan dalam perubahan ya akan percuma. Semua adalah aktor dan aktor semestinya harus mampu merepresentasikan wajah Kemenag dan ketika aktor yang mampu merepresentasikan Kemenag , berarti Bapak/ Ibu sekalian turut mewujudkan perwujudan/ eksistensi Kemenag, pungkasnya.(Wul/Wul)