081128099990

WA Layanan

081393986612

WA Pengaduan

Search
Close this search box.

Melawan Narasi Radikal Melalui Mimbar Jum’at

Surakarta – Melawan narasi radikal dari mimbar Jum’at, itulah tema dari FGD yang di selenggarakan oleh Alumni 2123 Dewangga  bekerja sama dengan INSEP (Indonesian Institute for Cociety Empowerment yang diselenggarakan di Hotel Mega land, Surakarta, Senin (15/10).

Hadir pada acara tersebut Rudy Herdiansyah perwakilan dari INSEP, Penyuluh Agama Islam, guru PAI, dosen, dan perwakilan Ormas Se-Solo Raya.

Dalam sambutannya, Rudy menyampaikan bahwa acara ini merupakan tindak lanjut dari workshop yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu, di Hotel Adiwangsa.

Rudy berharap, untuk penulisan naskah khutbah agar dapat menumbuhlan wawasan kebangsaan dan dapat melawan narasi radikal yang ada di masyarakat.

Sementara Joko Sarjono selaku Ketua Presedium Alumni 2123 Adiwangsa, menyampaikan, bahwa buku ini merupakan kumpulan khutbah Jumat tentang Islam Rahmatan lil alamin.

“Adalah salah satu bentuk dakwah melalui khutbah jumat yang sacral, dan merupakan ibadah mahdhoh. Sehingga pelaksanaanya harus santun dan menyejukan”, papar Joko.

Dakwah yang santun harus di pahami sebagai mengajak bukan mengejek. Merangkul bukan memukul. Mengajar bukan menghajar. Menasehati bukan mencaci maki. Argumentatif bukan provokatif.

“Membina bukan menghina. Mengukuhkan bukan meruntuhkan.  Menyejukan bukan memojokan. Seperti yang dicontohkan oleh Rasululloh SAW”, ucap Joko.

Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa untuk melawan narasi radikal umat harus diberikan penjelasan tentang radikalisme, sehingga bisa bisa mengidentifikasikan faham – faham radikal yangg terjadi ditengah – tengah masyarakat.

“Secara sederhana pengertian radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang di tandai oleh 4 hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya yaitu  pertama  sikap tidak toleran dan tidak menghargai pendapat dan keyakinan yang orang lain, kedua  sikap fanatik, membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain, ketiga sikap eksklusif tertutup untuk pendapat yang lain, dan yang ke empat adalah sikap revolosioner, yaitu kecenderungan untuk menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan”, jelas Joko.

Acara diakhiri dengan diskusi yang menelurkan beberapa kesimpulan Pertama, Supaya diadakan pelatihan penulisan teks Khutbah Jum’at yang lebih praktis oleh ahlinya dan yang kedua, agar ada tindaklanjut dari pertemuan ini yang sifatnya terjadwal.Dan Ketiga, forum ini bisa diperluas yang meliputi semua ormas dan ta’mir masjid, termasuk tokoh-tokoh yang dianggap radikal. (js_rma/bd)

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Skip to content