081128099990

WA Layanan

081393986612

WA Pengaduan

Search
Close this search box.

Empat (4) Pilar Perkawinan dalam Membangun Rumah Tangga

Oleh: Khamdani, S. Ag, M. SI

Kelangsungan hidup dan kelestarian jenis manusia tidak akan terwujud kecuali dengan berkumpulnya antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan perkawinan. Hal ini merupakan fitrah yang Allah telah jadikan pada diri manusia, yang dengan fitrah itu dunia menjadi makmur, dunia menjadi tumbuh dan berkembang sejalan dengan bertambahnya manusia. Akan tetapi fitrah yang telah Allah jadikan pada manusia ini mendorong untuk bertemunya masing-masing jenis dengan lawan jenisnya. Dengan berkumpulnya kedua jenis manusia tersebut dalam bentuk perkawinan akan didapatkan dan diraih ketenangan, ketentraman, kecintaan, dan kasih-sayang. Seandainya manusia meninggalkan tabi’at aslinya sebagaimana kondisi kehidupan hewan, niscaya itu akan menyebabkan kerusakan yang sangat besar, dimana akibat terburuk akan membawa bencana bagi kehidupan manusia.

Bisa di bayangkan, seandainya laki-laki dan perempuan saling bergonta ganti pasangan tanpa ada ikatan perkawinan atau diperbolehkan hubungan seks bebas di antara mereka, maka akan  menjadi  rusak harkat dan martabat manusia dan merusak nasab (keturunan), berakibat pada munculnya berbagai penyakit kelamin menular di tengah-tengah kehidupan masyarakat yaitu HIV dan AIDS.

Allah berfirman dalam Al Qur`an surat Al Isra` ayat 32:

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلًا


Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.

Allah berfirman dalam Al Qur`an Surat Al A`rof ayat 33:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.

Oleh sebab itu, sesuai dengan fitrah manusia yang suci, Allah menurunkan syari’at Ilahiyyah yang membawa akibat baik bagi manusia, syari’at itu adalah pernikahan serta segala sesuatu yang berkaitan dengannya, berupa batas-batas hubungan, ketentuan-ketentuan pokok beserta hak-haknya. Dalam pernikahan, Allah menjamin hak masing-masing suami-istri, menjelaskan kepada mereka landasan-landasan berhubungan yang lurus yang sedang dibina, Allah juga menunjukkan jalan yang seharusnya ditempuh oleh pasangan suami-istri apabila menginginkan kebaikan yang banyak dalam rangka meraih kebahagiaan dan ketentraman di dunia sampai akhirat kelak.

Untuk mewujudkan hubungan pasangan suami-istri agar mendapatkan kebahagiaan dalam membina rumah tangga, maka hendaknya pasangan suami-istri memperhatikan empat pilar dalam perkawinan, yaitu:

  1. Pilar Zawaj (Berpasangan)

Suami-isteri sama-sama meyakini bahwa keduanya dalam perkawinan adalah berpasangan (zawaj). Dalam Islam pergaulan dalam pernikahan disebut zawaj (berpasangan).  Suami-isteri itu laksana sepasang sayap yang bisa membuat seekor burung terbang tinggi untuk hidup dan mencari kehidupan. Keduanya penting, saling melengkapi, saling menopang satu sama lain dan saling kerjasama antara pasangan suami-istri. Dalam al-Qur’an, suami adalah pakaian isteri dan isteri adalah pakaian suami, sebagaimana diterangkan dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 187.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ

Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.

Jika pilar ‘berpasangan’ ini dipahami dengan baik oleh pasangan suami-istri, tentu pasangan suami-istri akan menyadari betapa pentingnya mereka harus saling menjaga keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga. Memaklumi kekurangan pasangan masing-masing dengan menghargai dan menghormati kelebihan mereka, baik isteri terhadap suami, maupun suami terhadap isteri. Insya Allah fitrah ‘berpasangan’ dalam kehidupan rumah tangga yang seperti ini akan sangat indah dalam kehidupan keseharian.

  1. Pilar Mitsaqan Ghalidhan (Janji Kokoh Perkawinan)

Mitsaqan ghalizhan yang berarti janji kokoh atau kuat dalam perkawinan. Suami-istri sama-sama menghayati perkawinan sebagai ikatan yang kokoh dan kuat, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa (4) ayat 21 yang berbunyi :

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Artinya : “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.

Dengan ikatan perkawinan yang kuat dan kokoh, tentunya suami-istri akan bisa saling menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Keduanya diwajibkan menjaga ikatan ini dengan segala upaya yang dimiliki. Tidak bisa yang satu menjaga dengan erat, sementara yang lainnya melemahkan. Saling mengokohkan, bukan saling melemahkan dan menegasikan.

  1. Pilar Mu’asyaroh bil-Ma’ruf (Memperlakukan Pasangan dengan Baik)

Mu’asyaroh bil-Ma’ruf dalam perkawinan bermakna suami-istri saling memperlakukan pasangannya secara baik, patut dan bermartabat. Sebagaimana tersurat dalam Al-Qur’an dalam Surat An-Nisa ayat 19 yang berbunyi :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Seorang suami harus selalu berfikir, berupaya dan melakukan yang terbaik bagi dan untuk isteri. Demikian juga sebaliknya seorang isteripun musti berupaya yang sama untuk suaminya. Kata mu’asyarah bil ma’ruf adalah bentuk kata kesalingan sehingga perilaku berbuat baik harus bersifat timbal balik, yakni suami kepada isteri dan isteri kepada suami. Masing masing bercita-cita untuk menjadi ‘orang nomor satu’ bagi pasangannya.

  1. Pilar Musyawarah

Suami-istri bersama-sama menyelesaikan masalah keluarga melalui musyawarah. Kata ini sudah pasti sangat mudah dimengerti dan dipahami. Pengelolaan rumah tangga terutama jika menghadapi persoalan atau problematika hendaknya harus diselesaikan bersama. Musyawarah adalah cara yang sehat untuk berkomunikasi, meminta masukan, menghormati pandangan dan pendapat pasangannya dan mengambil keputusan yang terbaik. Secara panjang lebar, Al-Qur’an dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 233 memberikan gambaran yang artinya sebagai berikut:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Baqarah/2:233).

Semoga kita mampu menjadikan kehidupan keluarga kita menjadi keluarga yang harmonis, tentram, bahagia di dunia sampai akherat kelak. Aamin

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Skip to content