Surakarta – Untuk menciptakan kota Solo yang tetap kondusif, menjelang pemilu 2019, satuan Binmas (Pembinaan Masyarakat) Kota Surakarta mengadakan sarasehan dengan beberapa pengurus Masjid se-Kecamatan Jebres, di Aula Kemenag, Jum’at (14/12) malam.
Kompol Budi, dalam sambutannya mengatakan, maksud dan tujuan diadakannya silaturrohmi antara tokoh masyarakat, mubalig, dan kepolisian ini untuk menciptakan masyarakat, khususnya Jebres, yang kondusif dalam menyongsong pesta demokrasi Pemilu 2019 mendatang.
“Mestinya jangan disebut tahun politik. Kelihatannya menakutkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Budi mengususlkan penyebutan tahun politik diganti menjadi tahun Pesta Demokrasi.
“Didengar, kan enak. Pesta. Berarti bersenang-senang atau bersuka cita,” imbuhnya.
Untuk itu, Budi mengingatkan kepada para pengurus masjid yang hadir untuk bisa menjaga kondusivitas kota Solo meskipun berbeda pilihan.
Da’i Kamtibmas Surakarta, Ust. Khoirul, menambahkan seorang tokoh harus mengajak masyarakat dengan santun. Karena apa saja yang dikatakan ustad atau kiai akan diikuti dibandingkan dengan ajakan dari seorang polisi.
Oleh karena itu,lanjut Khoirul,peran da’i ditengah masyarakat sangat penting untuk menjaga kedamaian dilingkungannya.
Sementara itu,Pardi, Penyuluh Agama Fungsional yang mewakili Kepala Kemenag Kota Surakarta dan Kepala KUA Jebres, mengatakan bahwa untuk menggapai apa yang menjadi bahasan mala mini, maka masyarakat harus melakukan empat hal; Pertama , Ta’aruf. Artinya, masyarakat diharuskan mengenal satu sama lainnya.
Kedua , Tarookum, saling menyayangi, Ketiga Tafahhum, saling memahami, Keempat Ta’awwun saling tolong menolong, dan Kelima Tasammuh, saling menghormati,menghargai, dan toleransi atas perbedaan yang ada.
Pardi, koordinator penyuluh Jebres itu menambahkan bahwa dalam Al-Qur’an Alloh telah melarang antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain untu tidak saling membenci, mengolok-olok, menjelek-jelekkan dan sebagainya.
Pada sesi dialog, Wahyono, penyuluh agama Islam Jebres mempertanyakan kepada narasumber tentang tidak dibahasnya Radikalisme, terorisme, dan hoak sebagaimana topik yang tertera diundangan.
Kompol Budi menimpali dengan terbatasnya waktu bahasan tersebut ditangguhkan. Tapi, lanjutnya, Budi berjanji akan membahas tentang Radikalisme dan Terorisme lebih komprehensif dilain waktu.
Pertanyaan dari pengurus masjid lainnya, berkaitan dengan minimnya pengurus masjid yang di undang.Pardi menjelaskan rencana awalnya tidak 25 pengurus masjid, tapi lebih. Setelah panitia meninjau lokasi, maka undangan disesuaikan dengan kapasitas tempat duduk.(pardi_rma/wul)