Di Tahun Toleransi, Penyuluh Agama Se-Surakarta Berkumpul Kembali

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Surakarta – Sore ini, wajah para penyuluh agama se- Surakarta tampak ceria. Maklum sejak dilantik dan menerima SK sebagai penyuluh agama Non PNS dari Kemenag Kota Surakarta per 1 Januari 2017 yang lalu, 65 penyuluh itu bisa berkumpul kembali dalam acara dialog kebangsaan dengan tema “Optimalisasi Pencegahan Intoleransi dan Radikalisme Guna Mewujudkan Kamtibmas Kota Surakarta Damai dan Kondusif”, di Aula Kemenag Kota Surakarta pada Rabu (30/11). “Kami sangat senang. Ini perlu ada pertemuan lain. Misalnya, diadakan FGD atau sarasehan yang berbicara antar penyuluh itu sendiri”, demikian disampaikan Amin Rasyadi, mewakili Penyuluh Agama Islam, usai pertemuan tersebut. Amin berharap dalam sarasehan nanti para penyuluh semua agama di Kota Surakarta dapat menyamakan persepsi dan menyatukan draf bersama dalam rangka memupuk, mempertahankan dan memperkuat kesepahaman dan juga memperkokoh toleransi yang ada di Kota Surakarta.

Menjelang HAB Kemenag mendatang, Ia mengusulkan ada forum bersama penyuluh dari berbagai macam agama dalam rangka memperkuat sinergisitas untuk toleransi dan juga meredam sentimen negatif maupun mengurai potensi-potensi konflik yang terjadi ditengah masyarakat. Terkait tahun toleransi, Sebagaimana disampaikan oleh Kepala kemenag Kota Surakarta, Hidayat Maskur, Amin berharap semoga apa yang dicanangkan bahwa tahun ini, 2022 sebagai tonggak untuk tahun toleransi bisa kita wujudkan bersama.

Sementara itu, Narsi, Penyuluh agama Budha Kota Surakarta, menyayangkan adanya intoleransi, radikalisme dan teroris itu, karena Ia berprinsip semua mahluk itu harus hidup bahagia. “Sebelum mahluk yang lain bahagia, saya belum bisa merasakan bahagia”, ujarnya singkat. Nur Suryaningsih, penyuluh agama Hindu, sangat senang dengan adanya dialog kebangsaan tersebut. Apalagi materi tentang pencegahan intoleransi, radikalisme dan terorisme dipaparkan langsung oleh Densus 88. “Saya melihat masih adanya beberapa (perilaku) intoleransi, di lingkungan pendidikan dan masyarakat. Semoga dengan ilmu ini, kita bisa getok tular ke masyarakat supaya kita hidup rukun, karena semua agama itu menghendaki kita ini hidup saling berdamai dan cinta kasih”.

Hal yang sama disampaikan penyuluh dari agama Kong Huchu, Winarti. Selain senang dan bisa memperoleh materi langsung dari Densus 88, Ia berharap dengan adanya acara tersebut instoleransi bisa hilang dan budaya saling toleransi semakin bertambah. Krisni Lestari, penyuluh agama Kristen, menanggapi pertemuan yang digelar sore itu positif. Agar tercipta kerukunan kedamaian di Indonesia, maka para penyuluh atau pemimpin umat agama di Kota Surakarta yang sudah memperoleh pencerahan dan pemahaman tentang toleransi itu dapat dapat terus mengembangkan sikap toleransi dan menghargai antara manusia yang satu dengan yang lain.

Sebagai penutup, Koleta Maria Retnowati, penyuluh dari agama Katolik merekomendasikan agar pertemuan serupa dapat diadakan secara rutin dua bulan sekali. “Untuk menanggulangi adanya radikalisme, intoleransi didalam kehidupan di sekitar kita”, pungkasnya. (Sol/my)