Magelang – “Menjaga dan merawat Negara Kesatuan Republik (NKRI) adalah sebuah keniscayaan, keharusan, dan kewajiban bagi semua pemeluk Agama di Indonesia. Dengan menjaga dan merawat NKRI dengan baik, maka Indonesia akan menjadi rumah kita bersama, rumah yang rukun, rumah yang nyaman, dan damai sehinga segenap penduduk dapat melaksanakan ajaran agamanya dengan baik,” ucap Farhani.
Harapan tersebut disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Tengah kepada para tokoh umat beragama pada Dialog Lintas Agama Tingkat Kecamatan, di Kabupaten Magelang yang diselenggarakan oleh Subbag Hukum dan Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah di Hotel Atria, Kamis, (11/10). Sebanyak 80 peserta tokoh lintas agama, Kesbangpol, Polsek, Koramil dan Pengurus FKUB di kabupaten Magelang dan Temanggung mengikuti kegiatan tersebut.
Farhani menyampaikan persoalan Kerukunan Umat Beragama bukanlah hal baru di Indonesia. Namun saat ini ada tiga isu penting yang harus diwaspadai oleh para tokoh agama agar kehidupan antar umat beragama dapat terjalin dengan baik. Isu tersebut adalah toleransi, tumbuh suburnya berbagai aliran kepercayaan di era global, dan adanya sebagian masyarakat yang masih mempersoalkan dasar Negara.
Pertama, toleransi. Farhani menyampaikan bahwa toleransi merupakan sikap menghormati, menghargai antara yang satu dengan yang lain, meskipun berbeda keyakinan, agama, ras, atau sukunya.
“Toleransi adalah menghormati, menghargai antara yang satu dengan yang lain, sekalipun berbeda keyakinan, agama, ras dan sukunya,” kata Farhani.
Farhani ingin menyampaikan toleransi sangat perlu untuk dijaga dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai rumah yang rukun, nyaman, dan damai bagi semua pemeluk umat beragama.
“Saya ingin menyampaikan bahwa kita hidup di NKRI. Indonesia adalah rumah kita, menjaga dan merawat rumah kita adalah sebuah keniscayaan, sebuah keharusan, dan kewajiban,” lanjutnya.
“Dengan menjalankan nilai ajaran agama dengan sebaik-baiknya sesungguhnya kita sudah mejaga ke-Indonesia-an kita. Mohon disampaikan kepada para umat, sebagai umat beragama kita punya kewajiban untuk merawat Indonesia dengan mewujudkan kerukunan umat beragama,” paparnya.
Kedua, banyaknya paham keagamaan dan aliran kepercayaan yang tumbuh subur di era global. Farhani menyampaikan bahwa saat ini tumbuh paham keagamaan yang hendak memisahkan Negara dan agama.
“Sampai saat ini orang masih mendiskusikan hubungan agama dan negra. Saya ingin menjelaskan bahwa agama dan Negara adalah simbiosis mutualisme,” katanya.
Menurut Farhani, Negara membutuhkan agama sebagai landasan etik dan moral dalam membangun para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya. Harapannya para pemangku kepentingan selalu dilandasi dengan nilai-nilai ajaran agama. Sedangkan agama butuh Negara karena untuk syiar sebuah agama butuh tempat yang nyaman dan damai.
Ketiga, adanya sebagian masyarakat yang masih mempersoalkan dasar Negara. Farhani menyampaikan bahwa para founding fathers, para pendiri bangsa ini telah mengikhlaskan menghapus kalimat dalam Piagam Jakarta untuk kepentingan yang lebih besar karena mereka menyadari bangsa Indonesia terdiri atas perbedaan keyakinan, suku, ras, budaya dan bahasa yang diikat dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut Farhani, untuk mengimplementasikan nilai ajaran agama, tidak perlu merubah UUD 1945 dan Pancasila.
“Umat harus paham bahwa untuk mengimplementasikan nilai ajaran-ajaran Islam tidak perlu merubah UUD 1945, tidak perlu merubah Pancasila. Tanpa merubah, Islam dapat diimplementasikan dengan cara merawat dan menjaganya,” tegas Farhani. (am/sua).