Wonogiri – Jabatan guru adalah pekerjaan yang sangat mulia dan istimewa karena bersumber dari jasa seorang guru, profesi guru mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Selaku tenaga pendidik atau guru harus profesional, apalagi seorang guru agama harus memiliki kompetensi, sehingga dapat mencetak generasi yang memiliki pengetahuan dibidang iptek dan imtaq. Selain itu, guru harus kreatif, berkepribadian, dan berjiwa social dan terhindari dari penyakit kurap (kurang rapi), kudis (kurang disiplin), kutil (kurang teliti), gatal (gagap tehnologi) yang membuat citra guru semakin tercoreng.
Demikian disampaikan Kepala Kankemenag Wonogiri, H. Subadi dalam acara Pembinaan dan Natal bersama Guru Agama Katolik dan Kristen Kab. Wonogiri, Senin (15/01) di Rumah Revolusi Mental Wahana Cipta Sinatria Mojogedang Karanganyar, turut hadir dalam acara tersebut Gara Katolik dan Pengawas Pendidikan Katolik. Dalam pembinaan juga di ikuti guru agama Hindu dan Budha se Wonogiri.
Menurut Subadi, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Guru Agama di lingkungan Kementerian Agama harus menerapkan prinsip 5 nilai budaya kerja, yaitu integritas, profesionalitas, inovasi, tanggungjawab dan keteladanan
“Guru harus disiplin, tertib, memberikan teladan serta menguasai IT, jangan sampai gaptek. Guru harus pula memiliki kompetensi pedagogik, berkepribadian, berjiwa sosial dan profesional,” tegasnya.
Secara empiris guru agama memegang peranan penting dalam membentuk watak dan sikap serta bisa mengembangkan potensi para anak didik. Oleh karena itu, beliau berharap guru pendidikan agama dapat meningkatkan nilai-nilai agama, khususnya budi pekerti dan karakter kepada anak didiknya.
Sedangkan menurut Penyelenggara Katolik Kankemenag Wonogiri, Antonius Sukatno di dampingi Pengawas Pendidikan Agama Katolik, Yuliana menyampaikan bahwa Perayaan Natal bersama Guru Agama Kristen dan Katolik selalu terasa istimewa. Pasalnya kegiatan mengangkat esensi pesan damai yang diagungkan, untuk memberikan penyadaran kepada umat, guna memaknai eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Melalui keberagaman yang menyatu dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika, yakni dengan menjunjung tinggi toleransi, kebersamaan, persatuan dan kesatuan, dalam dimensi menjaga kemajemukan bangsa, dan dinamika kehidupan bernegara.
Dengan merefleksikan kasih Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, menurut Antonius Sukatno akan memberikan dampak menjadikan terang bagi dunia, dan senantiasa membawa damai sejahtera, serta mampu membangun semangat kebersamaan dan toleransi, para umat pemeluk agama. (H. Mursyid _ H. Heri/Wul)