Semarang (Bimas Hindu) – Pentingnya nilai akhlak, moral serta budi luhur bagi semua warga negara kiranya tidak perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh karena pejabat dan sebagian rakyatnya berperilaku tidak bermoral inilah yang harus dipahami seorang guru pada saat sekarang ini dengan pemberitaan yang beredar dimedia sosial untuk pembentukan nilai-nilai karakter dan budi pekerti pada peserta didik, demikian disampaikan I Dewa Made Artayasa, Pembimas Hindu pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah dalam pembukaan Pembinaan Guru Agama Hindu Angkatan II di Hotel New Puri Garden, Jl. Arteri No 4 Puri Anjasmoro Semarang, Selasa (06/06).
Disampaikan, terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang kemudian diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya, guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik.
“Dimasa mendatang guru tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini, di masa depan guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya,” tegas I Dewa Made Artayasa.
Pembinaan guru agama Hindu sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada tenaga pendidik karena seorang guru memiliki makna dan peran konservator, sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan, inovator sistem nilai ilmu pengetahuan, transmitor sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik, transformator sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik, organisator terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya, maupun secara moral kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya. (Wahonogol-js/gt)