Kakanwil Dorong Partisipasi Masyarakat dan Entitas Pendidikan Untuk Ajarkan Moderasi Beragama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

KAB.PEKALONGAN, SEMARANG —  Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Pekalongan, M. Sholehuddin dan Admin KUB Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan, Mutobiin menghadiri Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama bagi FKUB dan Admin KUB yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, di Hotel Novotel Semarang, Kamis (17/08/2023)

Kegiatan di buka secara langsung oleh Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Musta’in Ahmad. Dalam arahanya Musta’in menyampaikan sebagaimana yang kita maklum bahwa tahun 2023 ini dicanangkan oleh Gusmen, Menteri Agama RI sebagai tahun kerukunan.

“Nah di Jawa Tengah ini tahun kerukunan ini dicapai dijalankan dengan strategi Merah Marun yaitu menyemai ramah untuk masyarakat rukun, dan secara kelembagaan kita dorong RT/RW untuk terbiasa berbicara kerukunan di acara acara seksi kerohanian, “terangnya

Lebih lanjut Mustain juga menjelaskan tentang partisipasi warga. “Bahwa partisipasi warga kita dorong melalui peran para penyuluh di tengah tengah masyarakat sehingga kehadirannya makin dirasakan lagi dengan mendampingi dengan berbagai problem dan persoalaanya, tentu ini tidak berhenti di tengah masyarakat, kita juga mendorong di entitas lain misalnya di lembaga pendidikan, pesantren, madrasah, pasraman hindu, sekolah minggu, TPQ dan sebagainya, dengan lembaga lembaga pendidikan lainnya yang tersebar di JawaTengah, kita dorong juga para pengasuh, para guru, para ustadz untuk membangun agama yang moderat, yang tidak ekstrim, yang tidak berlebihan. “pungkasnya.

Sementara itu Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (Kapus KUB) Kemenag RI, Wawan Djunaedi yang hadir sebagai narasumber menyampaikan latar belakang kenapa pentingnya Moderasi Beragama dan menegaskan hendaknya Agama tidak dijadikan sebagai simbol, karena hal ini dinilai dapat memicu konflik umat beragama.

Menurut Wawan, fenomena simbolisme agama ini sudah umum terjadi di semua agama. Simbolisme agama ini, akan mudah memprovokasi orang yang memicu terjadinya konflik.

“Seperti contohnya, doa jemaah Kristen Ortodoks yang menggunakan bahasa Arab sempat dikira sebagai Kristenisasi, karena ada anggapan bahasa Arab itu bahasa umat Islam,” ungkap Wawan.

Untuk mencegah konflik antar umat beragama, perlu ada moderasi beragama dengan rasionalitas beragama. Moderasi beragama sangat penting dalam aspek kehidupan sosial, ekonomi, hingga politik. “Mengapa harus moderasi beragama? Karena passion masyarakat terhadap agama sangat tinggi. Jadi hal apapun yang terjadi di masyarakat dan memicu konflik akan dikaitkan dengan agama, dikasih bumbu-bumbu agama. Apalagi menjelang tahun politik, tren konflik agama selalu meningkat,” sambung Wawan.

Dalam kesempatan ini, Wawan juga menyampaikan prosedur pengajaran Pendidikan Agama untuk peserta didik, utamanya yang minoritas. Sesuai dengan PMA nomor 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah. Sekolah yang memiliki siswa wajib menyelenggarakan pendidikan agama bagi peserta didik satu agama minimal 15 siswa di satu kelas. Kalau tidak ada 15 siswa, maka sekolah tersebut wajib menitipkan peserta didik tersebut di sekolah lain.

“Pengajarnya pun dari ormas yang telah di SK kan dari Kepala Kemenag daerah setempat,” pungkasnya. (MTb/bd)