Kemenag Jateng, UNICEF dan LPA Klaten Rapatkan Barisan Cegah dan Tanggulangi Kekerasan Berbasis Gender dan Perkawinan Anak  

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

 

Semarang (Humas)– Kanwil Kemenag Prov. Jateng menggandeng United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) mensosialisasikan Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Berbasis Gender dan Perkawinan Anak. Kegiatan dilaksanakan di ruang rapat pimpinan Kanwil Kemenag Prov. Jateng, Rabu (15/2).

Hadir dalam rakor tersebut Kabag TU Wahid Arbani, Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Nur Abadi, Plt. Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Mutaminah serta Tim dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten.

Menurut World Health Organization (WHO) perkawinan anak adalah salah satu bentuk kekerasan seksual. Bahwa perkawinan anak tidak ada karena anak belum bisa memberikan persetujuannya. Perkawinan anak juga berdampak negatif bagi anak yang menjadi korban. Selain secara mental dan fisik (alat reproduksi) belum siap, anak perempuan yang menjadi korban perkawinan anak juga rentan mendapatkan kekerasan fisik, psikis, dan ekonomi dari pasangannya.

“Pencegahan kekerasan pada anak bukan hanya menjadi tanggung jawab satu pihak saja melainkan banyak pihak ikut terlibat, baik orang tua, lembaga pendidikan, tenaga pendidik, pemerintah, maupun masyarakat,” ujar Wahid.

Kini telah tercatat terdapat 4 Kabupaten/Kota diantaranya Cilacap, Semarang, Wonosobo dan Blora untuk didampingi langsung dalam penanggulangan dan pencegahan Perkawinan Anak serta Kekerasan Anak Berbasis Gender.

Pada awalnya UNICEF hanya berfokus pada sekolah-sekolah umum, namun sekolah ramah anak ini harus digaungkan pada seluruh satuan pendidikan, didalamnya terdapat Pesantren dan Madrasah. Terdapat 4 pesantren dan 3 madrasah yang menjadi pilot project dalam program ini. Mereka ialah Pondok Pesantren Al Asror Kota Semarang, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in Cilacap, Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, Pondok Pesantren Takhassus Al-Quran – Al Asy’arriyah Wonosobo. Sedangkan dari sisi madrasah, mereka ialah MTsN 1 Rembang, MTsN 1 Kota Semarang dan MAN 1 Kota Semarang.

“Kita mengembangkan program di 4 Pesantren tersebut dan alhamdulilah hasilnya luar biasa, santri-santri telah dilatih dengan pendidikan kecakapan hidup kemudian para guru yang telah mengikuti pelatihan konvensi hak anak tingkat nasional yang bahkan tak hanya pada 3 madrasah tersebut. Kita juga telah membuat agen-agen perubahan yang seluruhnya adalah siswa supaya dapat mengedukasi dan persuasi mengenai penanggulangan dan pencegahan perkawinan anak serta kekerasan anak berbasis gender,” tutur Akhmad Syakur selaku Ketua LPA Klaten.

Wahid juga berpesan, supaya selanjutnya segera disusun rencana tindak lanjut serta skema relaisasinya supaya dapat terukur dengan baik dampak serta outcome nyata dari program yang luarbiasa ini. (ps/rf)