Surakarta (Humas) — Direktorat Penerangan Agama Islam Kementerian Agama RI melalui Subdirektorat Seni Budaya dan Siaran Keagamaan Islam menggelar kegiatan Ngopi Seni Budaya bertema “Menenun Spirit Islam dari Mataram ke Surakarta: Tafsir Budaya dalam Sejarah Jawa”, Rabu–Kamis (14–15/8/2025) di Swiss-Belhotel Solo.
Surakarta dipilih sebagai lokasi kegiatan karena kekayaan sejarah dan budaya Islamnya yang khas. Dari warisan Kesultanan Mataram Islam hingga kelahiran dua keraton besar—Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran—kota ini dinilai merepresentasikan keberhasilan Islam membaur harmonis dengan budaya Jawa.

Sebanyak 30 peserta hadir dari berbagai latar belakang, mulai dari akademisi UNS, UMS, dan ISI Surakarta, perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, pihak Kasunanan dan Mangkunegaran, Direktur Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, Kanwil Kemenag Jawa Tengah yang diwakili oleh Kabid Penaiszawa Imam Buchori, pejabat Kemenag Kota Surakarta, hingga Syech Abdul Karim dari Uni Emirat Arab.
Acara dibuka oleh Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag RI, Ahmad Zayadi. Dalam sambutannya, ia menegaskan seni, budaya, dan agama adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan, khususnya dalam konteks Islam Nusantara.
“Seni budaya merupakan bahasa universal yang dapat melampaui batas identitas dan sekat sosial. Dalam bingkai ekoteologi, kita ingin melihat seni budaya Islam sebagai ekspresi keberagaman yang berpadu dengan kesadaran lingkungan dan spiritualitas,” ujarnya.
Zayadi juga menekankan bahwa Surakarta menjadi cermin relasi harmonis antara Islam dan budaya lokal, serta bukti bahwa Indonesia dikenal dunia bukan hanya karena jumlah penduduk muslimnya, tetapi juga karena ulama-ulama besarnya yang berakar kuat pada tradisi lokal.
Sebagai tuan rumah, Kepala Kemenag Kota Surakarta, Ahmad Ulin Nur Hafsun, menyampaikan bahwa perjalanan Islam di Jawa adalah proses penenunan nilai, bukan penyeragaman budaya.
“Kehadiran Bapak Ibu adalah bentuk nyata kepedulian terhadap upaya menggali dan melestarikan nilai budaya yang berpadu indah dengan ajaran Islam di tanah Jawa,” katanya.
Direktur Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, Munajat, menambahkan bahwa di tengah dunia modern yang serba cepat, nilai kelembutan Islam Jawa tetap relevan.
“Spirit Mataram membuktikan bahwa budaya lokal dan Islam bisa saling menguatkan. Bahkan setelah kerajaannya runtuh, nilai-nilainya tetap hidup,” tuturnya.
Kasubdit Seni Budaya dan Siaran Keagamaan Islam, Wida Sukmawati, turut mengapresiasi Surakarta yang mampu menjaga keseimbangan antara spiritualitas, politik, dan ekspresi budaya. Sementara Kabid Penaiszawa Kanwil Kemenag Jateng, Imam Buchori, menyampaikan terima kasih atas penunjukan Surakarta sebagai lokasi kegiatan ini.

Sebagai penutup, panitia menyerahkan kenang-kenangan berupa Paket Buku Ensiklopedia Arsitektur Islam kepada sejumlah tokoh dan perwakilan instansi.
Dengan diskusi dan pertukaran gagasan dalam forum ini, spirit Islam Mataram diharapkan terus menjadi inspirasi dalam merawat harmoni antara agama dan budaya di tanah Jawa. (hlm/ning)