Rembang — Tidak adanya perhatian sosial terhadap kaum minoritas merupakan salah satu pemicu munculnya gerakan radikalisme yang selama beberapa tahun terakhir ini ramai diperbincangkan. Apalagi gerakan ini memiliki pemahaman yang sempit mengenai Islam. Islam tidak dipahami secara menyeluruh, tetapi secara sepotong-potong.
Demikian dikemukakan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rembang dalam sambutan pembukaannya ketika rapat koordinasi Lembaga Pengamalan dan Pendidikan Agama Islam (LP2A) Kabupaten Rembang pagi tadi di aula kantor.
Dikemukakan Atho’illah, salah satu pemicu munculnya gerakan ISIS adalah karena kurangnya kasalehan sosial oleh umat Islam itu sendiri. Selama ini yang menjadi perhatian publik adanya ibadah yang hanya dimaknai secara ritual saja. Seperti sholat yang hanya sekadar sholat, tanpa diiringi dengan amal saleh di masyarakat.
Menurut Atho’illah, hal ini yang menyebabkan kemiskinan, kebodohan, kelatarbelakangan masih menjadi hal yang belum bisa dihapuskan. “Selama ini umat Islam terlalu disibukkan oleh kegiatan ibadah secara ritual saja. Namun ibadah sosial sudah semakin dikesampingkan. Hal inilah yang menyebabkan kebodohan, kemiskinan, dan kelatarbelakangan masih belum bisa dituntaskan”, tandasnya.
Dan ironisnya, umat yang dalam kondisi semacam itulah yang menjadi incaran gerakan radikal tersebut untuk direkrut menjadi anggota. Ditambah lagi, mereka tidak mempunyai pemahaman yang cukup terhadap ajaran Islam, sehingga sangat mudah diberikan pemahaman-pemahaman yang keras sebagaimana yang menjadi pedoman gerakan radikal ini.
Faktor lain yang sangat memungkinkan untuk bergabung dengan kelompok ini adalah harapan untuk mencari kualitas kehidupan yang lebih baik, salah satunya dari segi ekonomi. “Bagaimana mereka tidak bergabung? Kelompok ini merekrut anggota dengan iming-iming gaji, bahkan berangkat umroh”, sambungnya.
Atas dasar permasalahan tersebut, Atho’illah menyampaikan, LP2A merupakan salah satu wahana strategis untuk mengatasi persoalan tersebut. LP2A diharapkan mampu mewujudkan masyarakat madani yang memiliki pamahaman yang komprehensif terhadap Islam. Islam merupakan agama rahmatan lil alamin yang harus dipahami secara menyeluruh, bukan secara tekstual an sich atau sepotong-potong.
“Ini menjadi PR kita bersama. Bagaimana kita bersama-sama, bergotong-royong untuk mewujudkan masyarakat, utamanya Islam yang mengutamakan ibadah, baik secara ritual maupun sosial. Sehingga, persoalan-persoalan umat sebagai akar munculnya gerakan radikalisme ini bisa kita tangkal,” urainya mengakhiri.—Shofatus Shodiqoh