Manajemen Konflik dalam Bingkai Moderasi Beragama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Kota Mungkid – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Magelang, Panut, mengajak peserta Pelatihan Teknis Manajemen Konflik, dapat mengimplementasikan keilmuannya terkait Manajemen Konflik dalam konteks Moderasi Beragama. Hal tersebut disampaikan saat membuka kegiatan Pelatihan Teknis Manajemen Konflik di Anshor Sliver, Mungkid, Senin, (14/02/2022).

“Istilah moderasi beragama memang baru saja didengungkan. Akan tetapi ide dan semangat moderasi beragama itu sudah tumbuh dan tertanam sejak lama dalam kehidupan masyarakat Indonesia sampai dengan saat ini,” kata Panut.

Panut menyampaikan, bangsa Indonesia didirikan atas keberagaman agama, budaya, suku, dan adat istiadat. Sehingga hal tersebut betul-betul harus disadari dan diyakini oleh semua warga negara Indonesia. Sebab kesadaran itu akan menumbuhkan komitmen kebangsaan semua elemen masyarakat Indonesia.

“Moderasi beragama berkaitan langsung dengan maindset atau pola pikir yang kemudian diwujudkan dalam perilaku yang didasari oleh nilai-nilai tawasuth (ditengah-tengah), iktidal (adil), dan tawazun (berimbang),” lanjutnya.

Ketiga sikap tersebut, menurut Panut sangat dibutuhkan dalam rangka memelihara keharmonisan masyarakat kabupaten Magelang. Panut menyampaikan, kehidupan masyarakat Kabupaten Magelang yang memiliki keberagaman agama dan adat istiadat sangat memungkinkan menjadi sarana praktik-praktik moderasi beragama.

“Saya berharap Kabupaten Magelang menjadi pilot projek moderasi beragama,” lanjutnya.

Praktik manajemen konflik dalam bingkai moderasi beragama antara lain memetakan potensi konflik, melakukan analisis konflik, menyusun tindakan pencegahan konflik, menyelesaikan konflik, memberikan treatment pasca konflik terhadap permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan beragama.

Melalui manajemen konflik dalam bingkai moderasi beragama, dapat dikembangkan pola-pola baru terkait cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama.

“Semakin tinggi toleransi, maka akan semakin moderat. Sebaliknya semakin kecil toleransi, maka semakin kecil moderasi beragamanya,” tegas Panut.

Pelatihan Manajemen Konflik merupakan pelatihan teknis (short course) yang diselenggarakan oleh Balai Diklat Keagamaan Semarang, diikuti oleh 35 peserta terdiri atas Kasi, Penyelenggara, Kepala Madrasah (MAN, MTsN, dan MIN), Pelaksana, Penyuluh Agama Islam dan perwakilan organisasi masyarakat.(m45k/Sua)