Menag : Resmikan Mahad Aly Matholiul Falah Pati

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Pati – Ma’had Aly sebagai lembaga pendidikan tinggi yang dikelola oleh Yayasan Pondok Pesantren mempunyai peran strategis untuk memajukan pendidikan Islam berbasis pesantren di Indonesia. Ma’had Aly tidak hanya untuk kepentingan pesantren saja, tetapi juga dunia Islam dan bangsa Indonesia menjadi kebutuhan yang penting untuk mengembangkan ilmu-ilmu keislaman khususnya.

Peresmian Ma’had Aly bersama acara seminar Nasional dengan dari Pesantren untuk negeri “Peran Pesantren dalam mempersiapkan Tafaqah Fiddin Melalui Ma’had Aly sebagai Pembangunan Mental Bangsa” dengan Pembicara Keynote Speaker Menteri Agama Lukman Hakim, Kamaruddin Amin Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI, Ahmad Ginanjar Sya’ban Alumni Timur Tengah.

Kamis (29/09) yang dihadiri oleh Menag, Direktur Pendidikan Pondok Pesantren, Pgs Kakanwil Jateng Syaifuddin Zuhri,  Bupati Pati, Kodim dan Kapolres serta Walisantri, selaku pengasuh Abdul Ghofar Rozin, dalam pidatonya; “dekade hubungan pesantren dan pemerintah tetap saling membutuhkan, sebab pesantren itu merupakan sumber inspirasi untuk mengkaji ilmu-ilmu keislaman sesuai dengan perkembangan zaman”.

Dan Gus Rozin sapaan akrabnya, menambahkan bahwa dengan adanya regulasi adanya PMA No. 18/2014 tentang pendidikan Diniyah Takmiliyah, dan PMA No.71/2015 tentang Ma’had Aly serta diakuinya tanggal 22 Oktober sebagai hari santri pondok pesantren menjadi bukti peran eksistensinya diakui oleh Negara. Namun yang lebih penting lagi Ma’had Aly jangan terjebak seperti UIN, IAIN dan STAI sebab itu sangat berbeda, artinya regulasi jangan diartikan hambatan namun sebaliknya pemerintah dan lembaga pesantren mampu membuat hubungan yang produktif dan komunikatif, bagaimana masing-masing untuk mengembang diniyah takmiliyah, ponpes salafiyah dan Ma’had Aly.

Menag menegaskan

Matholi’ul Falah Kajen kata Menag selalu ingat “Tokoh ulama yang kharismatik KH.Sahal Mahfudz ddan sangat alim yang selalu mempunyai ide cemerlang dengan model fiqh yang tansformatif dan membumi”.

Lanjut Menag, untuk mengingatkan bahwa ma’had aly se Indonesia ada 13 yang diberi ijin operasional. Dan“ regulasi eksistensi ma’had aly diakui oleh UU No.20 Tahun 2003 tentang pendidikan dalam pasal 15 khusus menjelaskan jenis pendidikan keagamaan, PP No. 55 Tahun 2007 pasal 9 terkait pendidikan Keagamaan tingkat tinggi, PMA No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, pasal 23 terkait Diniyah Formal dan PT, dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang PT pasal 30 termasuk ma’had aly, serta PMA No. 71 Tahun 2015 tentang Ma’had aly jelas Menag.

Melalui peresmian ini yang terpenting kata Menag, Ma’had Aly setara dengan UIN, IAIN dan STAIN namun berbeda system pengembangan keilmuan, maka pemerintah menghimbau agar keberlangusngan ma’had aly mempunyai tanggung jawab; mencetak mahasiswa yang ahli agama, mampu menguasai kitab kuning, tradisi keilmuan pesantren yang melekat untuk mencetak ulama bidang ilmu-ilmu agama”.

“Urgensi adanya ma’had aly di dalam pesantren mampu mengembangkan kepentingan untuk kebutuhan dunia pendidikan sebab karakter pendidikan tinggi di Indonesia sifat pembelajarannya ada; mengembangkan islam murni yakni memahami kitab-kitab kuning dan ini yang pas ya Ma’had Aly,” kata Menag.

Sedangkan lanjut Menag, Pendidikan Tinggi yang an-sich mempelajari ilmu umum ini seperti; UI, Undip UGM dan lainnya. Dan terakhir model integrasi antara ilmu umum dan agama yakni seperti UIN, IAIN dan STAIN maka jelas berbeda dengan ma’had aly. Sebab ma’had aly lembaga yang mempunyai otoritatif mengenal keilmuan murni dengan rujukan kitab-kitab kuning seperti fathul wahab, jawamul jawami’, tuhfatut falasifah dll.

Menag juga memberi masukan bahwa”Ma’had ali yang dikembangkan oleh Kemenag sementara hanya 1 disiplin ilmu untuk masing-masing lembaga dari 13 se Indonesia, karena ini bertujuan untuk mengembangkan ciri khas keilmuan yang harus dikembangkan oleh pesantren khusus yang menyelenggarakan program ma’had aly”.

Jadi Kata Menag, tujuan didirikan ma’had aly untuk mengembangkan wawasan pendidikan dunia pesantren yang mampu merespon segala persoalan social, ekonomi, dan politik serta mampu melakukan pendampingan dan menyelesaikan persoalan umat. Ini kalau lihat sejarah” sebagaimana pernah diucapkan oleh cendekiawan Nurcholis Majid “seandainya Indonesia tidak di jajah oleh colonial maka pendidikan yang berkembang adalah pesantren” dan sama yang di lakukan oleh KH. Sahal Mahfudz sangat jelas untuk kita warisi sebagai nilai-nilai yang harus kita kembangkan untuk ke tingkat nasional dan internasional dengan model fiqh sosialnya yang selalu update untuk menjawab segala problematika dalam masyarakat, jelas Menag RI. (ali)