Semarang–ASN merupakan abdi negara dan pelayanan masyarakat, tidak hanya dalam tugas kedinasan, terkadang hal inipun harus dilakukan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
ASN Kemenag adalah sosok yang dipantaskan untuk menjadi tokoh masyarakat bahkan tokoh agama, begitulah kurang lebih pandangan masyarakat. Hal ini menjadi beban tersendiri bagi pegawai Kemenag, tetapi harus tetap ditanggapi secara positif. Secara tidak langsung ASN Kemenag dituntut untuk selalu tampil sempurna.
“Jika Kita menyikapinya secara positif, tentu akan membawa kebaikan bagi diri Kita sendiri. Dengan pandangan masyarakat yang demikian, menjadikan rambu-rambu bagi Kita agar jangan sampai Kita bertindak yang amoral, asusila dan berbuat negatif lainnya,” tutur Daryono, Guru Agama Buddha Kankemenag Kota Semarang yang pada periode 2022 ini mendapatkan amanah menjadi Ketua RT di lingkungannya.
Penuturan ini disampaikan Daryono pada rekan kerjanya di SDN Pakintelan 01 Gunungpati Kota Semarang, Jumat (14/1) di halaman sekolah selesai melaksanakan senam bersama. Segudang kepercayaan kegiatan sosial kemasyarakat lainnya diemban oleh Daryono, akan tetapi ASN Kankemenag Kota Semarang ini tetap melaksanakannya dengan senang hati. Menurutnya slogan ikhlas beramal Kemenag memang selayaknya diterapkan pula pada kehidupan bermasyarakat.
“Selain sebagai Ketua RT, di wihara Saya juga didapuk sebagai Romo Pandita yang bertugas melayani umat Buddha dalam hal bimbingan spiritual baik dalam memimpin puja bhakti, ceramah dhamma maupun memimpin upacara perkawinan agama Buddha,” ucap Daryono.
Semua kegiatan dan aktivitas tersebut dijalaninya dengan senang hati dan gembira. “Tujuannya hanya satu, memberikan pelayanan prima baik kepada siswa, rekan kerja, masyarakat bahkan umat,” terang Daryono.
Pada kesempatan yang berbeda Khoirudin Zuhri, Kepala KUA Kecamatan Candisari Kota Semarang menyampaikan bahwa ada label khusus bagi ASN Kemenag, yaitu tukang ceramah dan tukang doa. “Berlabel tukang ceramah dan tukang doa, tentulah bukan beban yang ringan, akan tetapi harus tetap kita syukuri, artinya Kita dianggap mampu, dan tentunya menjadi cambuk bagi Kita untuk memantaskan diri. Jangan sampai ada istilah jarkoni, gur ujar rak iso nglakoni,” tutur Khoirudin.
Ditengah-tengah kesibukannya menjalankan tugas kedinasan, Khoirudin menyempatkan diri untuk memberikan pengajaran baca tulis Al Qur’an kepada anak-anak di lingkungannya. “Ada kepuasan tersendiri pada saat mereka yang tadinya belum bisa membaca huruf hijaiyah menjadi bisa membaca Al Qur’an, suatu kenikmatan yang tak ternilai harganya,” tutur Khoirudin.
“Semoga Allah mencatatnya sebagai amal jariyah,” pungkas Khoirudin.–NBA/bd