Semarang (PHU) – Keuangan haji adalah semua hak dan kewajiban Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat dari pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Pengelolaan keuangan haji yang dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel diperlukan sinergitas dalam pengelolaan keuangan haji antara seluruh pejabat dalam stakeholder pengelolaan keuangan haji. Dimana seluruhnya harus berkewajiban menyiapkan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, baik laporan keuangan dan laporan kinerjanya. Laporan ini menjadi bagian penilaian kinerja dari sebuah satker.
Prinsip pengelolaan keuangan haji menggunakan prinsip syariah, kehati-hatian dan dapat memberikan manfaat. Demikian disampaikan oleh Kepala Bagian Tata Usaha pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Suhersi dalam kegiatan Penyusunan Laporan Keuangan Haji Semester 1, yang berlangsung di Hotel Pandanaran Semarang, Senin (02/07).
“Prinsip syariah adalah semua dan setiap pengelolaan keuangan haji berdasarkan prinsip syariat Islam yang kafah atau menyeluruh. Sedangkan prinsip kehati-hatian dimana pengelolaan keuangan haji dilakukan dengan cermat, teliti, aman, dan tertib serta mempertimbangkan aspek risiko keuangan,” ujar Suhersi.
Pria yang pernah menjadi auditor pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama ini menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan haji harus dapat memberikan manfaat atau maslahat bagi jemaah haji dan umat Islam. Dijelaskan juga pengelolaan keuangan haji dilakukan melalui pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi jemaah haji dan kemaslahatan umat Islam, namun dengan tidak ada pembagian bagi pengelolanya yang biasa dikenal dengan prinsip nirlaba. Selain itu prinsip pengelolaan keuangan haji juga harus tranparan dan akuntabel.
“Transparan dalam pengelolaan keuangan haji harus dilakukan secara terbuka dan jujur melalui pemberian informasi kepada masyarakat, khususnya kepada jemaah haji tentang pelaksanaan dan hasil pengelolaan keuangan haji, sedangkan akuntabel itu mempunyai arti bahwa pengelolaan keuangan haji dilakukan secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, khususnya kepada jemaah haji,” jelasnya.
Suhersi menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan haji bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Dimana manfaat dari sebuah laporan ini sebagai dasar pengambilan keputusan dan bahan penyusunan rencana kegiatan tahun berikutnya serta dapat mengetahui perkembangan proses peningkatan sebuah kegiatan. Laporan keuangan sebagai bentuk dari penyajian fakta tentang sesuatu keadaan atau kegiatan. Pada dasarnya fakta yang disajikan itu berkenaan dengan pertanggungjawaban yang ditugaskan kepada si pelapor.
“Karena tugas ini dilaksanakan secara rutin, kita harus bisa menjiwai terhadap tugas yang telah diberikan. Kalau kita sudah menjiwai terhadap sebuah tugas, maka kita tidak akan merasa jenuh dan terbebani terhadap tugas dan dapat melaksanakannya dengan baik,” pesan Suhersi.
Didepan Bendahara Pengelola Keuangan Haji Kankemenag Kabupaten/Kota se-Provinsi Jawa Tengah, beliau berharap agar laporan pengelolaan keuangan haji tahun ini dapat terhindar dari kesalahan catat, data yang disajikan valid, akurat, up to date dan lengkap, serta disusun sesuai standar akuntansi, selain itu juga kecukupan dalam pengungkapan kegiatan dan kepatuhan terhadap peraturan yang menjadikan sebuah laporan pengelolaan keuangan hajinya bisa disebut sebagai laporan keuangan yang handal. (djs/gt).