Boyolali (Humas) – Saat ini kita sering sekali mendengar istilah moderasi beragama, kata ini menjadi semacam campaign (kampanye) dalam kehidupan beragama khususnya di Indonesia.
Sebagai bangsa yang masyarakatnya beranekaragam, kita sering menyaksikan adanya gesekan sosial akibat perbedaan cara pandang masalah keagamaan. Bahkan tidak hanya masalah keagamaan saja, keragaman di bidang apapun pasti akan menimbulkan adanya perbedaan.
Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keesktreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama.
Semua agama itu mengajarkan kebaikan. Ketika kita hidup berdampingan dengan banyaknya perbedaan, disitulah kita harus bersikap dewasa dalam beragama.
“Ketika kita dihadapkan dengan berbagai hal yang berbeda maka kita harus dewasa dalam beragama salah satunya yaitu toleran, ramah dalam menerima tradisi dan budaya lokal dalam berperilaku keagamannya. Jangan beranggapan diri kita sendiri itu paling benar,” tutur Kakanwil Kemenag Prov. Jateng, Musta’in Ahmad saat menjadi narasumber dalam kegiatan Dialog Antar Agama yang di selenggarakan oleh FKUB Boyolali, Selasa (20/9).
Acara tersebut di buka oleh Wakil Bupati Kab. Boyolali, Wahyu Irawan, dihadiri Ketua FKUB Jateng, Taslim Sahlan serta seluruh Ormas Keagamaan Kab. Boyolali.
Moderasi Beragama merupakan cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang selalu mengambil posisi di tengah-tengah. Selain itu selalu bertindak adil, seimbang dan tidak ekstrem dalam praktik beragama.
Hal yang harus diperhatikan untuk melakukan gerakan anti kekerasan yaitu dengan memperbanyak dialog, saling belajar, menyapa, menguatkan silaturrahmi, serta memberi ruang antar sesama agar kerukunan umat beragama selalu terjaga. (d/rf)