Semarang (Buddha) – Pelaksanaan Pendidikan Keagamaan nonformal pada Sekolah Minggu Buddha (SMB) membutuhkan peran banyak pihak. Ketua SMB merupakan pihak yang memiliki andil yang besar dalam memajukan sekolah minggunya. Mengingat bahwa SMB memiliki peran dominan dalam pelaksanaan pendidikan keagamaan Buddha, maka dibutuhkan kesamaan pandang dan persepsi sehingga dalam pengelolaan SMB tersebut lebih mudah dalam hal pengawasan dan pembinaan.
Berbicara pada kegiatan rapat koordinasi yang dihadiri lebih dari 100 ketua SMB dan ketua Dhammasekha se-Jateng, serta para penyelenggara Bimas Buddha Kabupaten dan Penyuluh agama Buddha PNS di Aula lantai III Kanwil, Selasa (06/02) Sutarso selaku pembimas Buddha menekankan pentingnya koordinasi para ketua SMB dengan Badan Koordinasi Sekolah Minggu (BKSMB) maupun dengan Bimas Buddha yang merupakan unsur pemerintah.
“Organisasi BKSMB menjadi wadah yang efektif bagi berkembangnya pelayanan SMB, wadah ini akan membawa manfaat bila orang-orang yang terlibat didalamnya mengutamakan asas gotong-royong,” ucap Sutarso.
Pihaknya menyadari bahwa dalam pengelolaan SMB yang ada di Jawa Tengah, meskipun regulasinya sudah ada namun tidak dipungkiri terdapat SMB yang maju maupun yang masih jalan ditempat. Mengingat perbedaan yang ada ini sutarso menjelaskan pentingnya wadah BKSMB menjadi jembatan kebersamaan agar SMB yang telah maju dapat berkontribusi untuk mendukung SMB lain agar dapat sejajar dan mengalami kemajuan.
Sutarso menyatakan bahwa sangat besar peran bagi SMB yang telah maju untuk menularkan sistem yang di terapkan ke SMB yang lainnya, sehingga perlahan namun pasti SMB lainnya turut mengalami kemajuan.
“Kita kelola sekolah minggu dengan menjadikannya sebagai alternatif media kegiatan yang menyenangkan untuk siswa SMB, ketika anak merasa senang dan bahagia, mereka akan rindu untuk datang ke sekolah minggu, dengan bukti antusiasnya anak untuk datang ke SMB ini dapat dipahami bahwa proses SMB berhasil,” terangnya.
Rapat koordinasi ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam hal pembaharuan data SMB termasuk jumlah siswa, jumlah guru, maupun sarana dan prasarana yang dimiliki. Sutarso menekankan bahwa memvalidkan data menjadi keharusan agar pada kesempatan mendatang lebih mudah dalam menyusun program dan tepat sasaran. (siswanta/gt)