Tata Kembali Layanan ISBN, Perpusnas Terapkan Single Account

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Cikarang (Humas) – Perpustakaan Nasional (Perpusnas) melakukan penataan kembali layanan International Standard Book Number (ISBN) agar sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Sehingga sesuai KMA No.8 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Satu Akun ISBN dan Layanan Segah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR).

Humas Kanwil Kementerian Agama Prov. Jateng hadir dalam kegiatan Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan terkait Sosialisasi KMA No.8 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Satu Akun ISBN dan Layanan Segah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR). Dibuka oleh Kepala Balitbang Kemenag RI, Prof. Amien Suyitno didampingi Plt. Sekretaris Badan (Sesban) Litbang, Prof. Arskal Salim, di Ballroom Nuanza Hotel & Convention Bekasi, Kamis, 10/8.

Peserta terdiri dari pustakawan dari Balai yang ada di Kementerian Agama. Kemudian dari Inspektorat Jendral, Sekjen, Biro Hukum dan Kerjasama, Direktorat Bimas Islam, Bimas Kristen, Bimas Katolik, Bimas Hindu dan Bimas Buddha, BPJPH, PHU dan dari 34 Kantor Wilayah Kementerian Agama, yang total seluruhnya berjumlah 100 orang peserta.

Adapun kebijakan baru yang dimiliki oleh Perpusnas adalah pemberlakuan single account dan juga menyoroti pertumbuhan penerbit yang sangat pesat. Untuk itu, layanan ISBN Perpusnas akan mengimplementasikan titik akses terbitan sebagai alat kontrol pemanfaatan ISBN.

Narasumber pertama dari Pustakawan dari Perpustakaan Nasional RI, Ratna Gunarti, yang menyampaikan tentang Sosialisasi Kebijakan ISBN. Dengan moderator Hariyah, Subkoordinator Perpustakaan Balitbang Diklat Kemenag yang juga pustakawan ahli muda.

“Banyak Karya Cetak Karya Rekam (KCKR) yang belum diserahkan ke Perpustakaan Kemenag dan Perpusnas,” ungkap Hariyah.

Dalam paparannya, Ratna mengatakan bahwa Perpustakaan Nasional akan memberlakukan single account untuk instansi dan kementerian. Kebijakan tersebut segera diberlakukan.

“ISBN diberikan untuk disebar secara luas dan umum dan tidak untuk kalangan terbatas. Buku-buku yang sudah memiliki ISBN harus yang bisa diakses melalui offline maupun melalui website penerbit. ISBN bukan untuk prestige, gengsi, atau pun kebanggan bagi penulisnya,” kata Ratna.(Sua/Rf)