Tekan Tingginya Kasus Pernikahan Di Bawah Umur, Kemenag Gencarkan Penyuluhan

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Wonogiri – Data di Seksi Bimas Islam Kankemenag Wonogiri dari total jumlah peristiwa pernikahan pada tahun 2017 sebanyak 7.664, dan terdapat 60 kasus pernikahan di bawah umur, dengan rincian 36 pria dan 24 wanita. Sedangkan pada tahun 2018 ini sejak awal tahun hingga bulan Februari dari total jumlah pernikahan 1008, terdapat 7 kasus pernikahan di bawah umur dengan rinician 5 pria dan 2 wanita.

Menurut Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Wonogiri, Subadi, Selasa (27/03) bahwa tingginya kasus pernikahan dini di Kabupaten Wonogiri ini disebabkan beberapa faktor diantaranya masih minimnya pengetahuan serta pemahaman masyarakat tentang peraturan perkawinan utamanya UU No. 1 Tahun 1974 dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.

Selain itu menurut Subadi, penyebab lain dari pernikahan di bawah umur tersebut antara lain faktor ekonomi dan kemiskinan, sehingga para orang tua cenderung lebih memilih menikahkan anak meskipun secara umur belum mencukupi, daripada menyekolahkan ke jenjang lebih tinggi.

Adapun Upaya Kantor Kementerian Agama untuk meminimalisir semakin banyaknya jumlah kasus pernikahan di bawah umur, menurut Subadi dengan penyuluhan baik Penyuluh Agama Islam Fungsional maupun penyuluh agama non PNS.

“Penyuluh agama di wilayah kami, baik penyuluh agama Islam Fungsional maupun penyuluh agama Non PNS gencar melakukan sosialisasi tentang ketentuan pernikahan baik melalui pengajian-pengajian, pondok pesantren dan di sekolah-sekolah,” jelas Subadi.

Disamping itu Kemenag Wonogiri  juga bekerjasama dan bersinergi dengan Pemerintah Daerah, OPD, ormas keagamaan, PKK, Bimas Polres dan Babinsa TNI menggelar penyuluhan serta pengarahan di berbagai kegiatan seperti Karang Taruna dan PKK tentang bahaya dan dampak pernikahan di bawah umur.

Strategi yang dilakukan Kankemenag Wonogiri untuk mengatasi perkawinan di bawah umur menurutnya dengan melakukan sosialisasi UU Perkawinan yang diharmonisasikan dengan UU Perlindungan Anak, menerangkan risiko perkawinan di bawah umur, memberikan kesempatan kepada anak untuk memperoleh pendidikan, mengupayakan untuk terus mendorong pendidikan dasar 12 tahun, pengetatan administrasi perkawinan di KUA.  (Mursyid_heri/Wul)