Semarang – Sebanyak 257 santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah se-Kota Semarang mengikuti Wisuda Akbar VI yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Cabang Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (DPC FKDT) Kota Semarang. Kegiatan yang merupakan agenda rutin tahunan ini dilaksanakan di Aula Kantor Kementerian Agama Kota Semarang, Minggu (07/05).
Ketua DPC FKDT Kota Semarang Muhammad Arib memaparkan bahwa peserta wisuda adalah santri Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Kota Semarang yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan belajar selama enam tahun dan dinyatakan lulus dalam Ujian Akhir Madrasah tahun pelajaran 2016/2017. Ujian Madin diselenggarakan oleh FKDT Kota Semarang tanggal 16 sd 20 April 2017 dengan jenis mata pelajaran yang diujikan meliputi Alquran, hadits, tauhid, fiqih, tarikh Islam, tajwid, akhlak, bahasa arab, nahwu dan shorof.
“Tujuan diadakannya kegiatan Wisuda Akbar ini adalah untuk memberikan pengukuhan terhadap santri yang telah lulus dan pemberian Ijazah atas kelulusannya,” ungkap Arib.
Acara dihadiri oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Semarang Muh. Habib, Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Sodri, Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Rachmad Pamuji, DPW FKDT Provinsi Jateng yang diwakili oleh Ali Anshori dan undangan lain. Prosesi wisuda diawali dengan kirab peserta dari kompleks Islamic Centre, diisi juga dengan pembacaan Ikrar Santri Diniyah.
Data terakhir menunjukkan, jumlah Madin Awaliyah di Kota Semarang 114, tingkat wustho 15 dan ulya 5. “Dari jumlah tersebut, semuanya sudah mempunyai ijin operasional Kementerian Agama,” terang Ketua FKDT Kota Semarang. Sedangkan jumlah ustadz sebanyak 1200 dengan 8000 santri. Ia berharap Ujian Akhir Madrasah Diniyah termasuk monitoring kegiatannya mendapatkan alokasi bantuan anggaran dari Kemenag. “Kami juga berharap agar ijazah madin yang ditandatangani oleh Kakankemenag bisa mendapatkan tambahan nilai saat pendaftaran penerimaan peserta didik pada sekolah formal,” harapnya.
Ketika dimintai keterangan terkait kendala yang dihadapi, Arib menjelaskan antara lain berkurangnya santri madin setelah kelas VI karena bertambahnya jam sekolah formal. “Terlebih dengan adanya sekolah formal 5 hari dalam seminggu, maka berdampak pada santri Madin yang umumnya proses pembelajarannya berlangsung pada siang hingga sore hari,” pungkasnya.(al.an-ch/gt)