Pilar Pencegahan Stunting

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Oleh: Wajihudin (Penyuluh Agama Islam KanKemenag Kab. Wonosobo)

Anak merupakan anugerah dan amanah dari Allah  sehingga orang tua bertanggungjawab penuh atas pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhannya bersifat fisikal, maka berhubungan dengan kecukupan nafakah yang halal dan tayyib. Sedangkan perkembangannya bersifat ruhani, maka berhubungan dengan pendidikannya di dalam keluarga dan masyarakat.

Oleh sebab itu jaminan bahwa setiap anak akan mendapatkan asuhan yang baik, adil, merata dan bijaksana, merupakan suatu kewajiban bagi kedua orang tua/keluarga. Jika mengabaikan hak tumbuh-kembangnya, niscaya mereka akan lemah. Kelemahan mereka, tentu akan berakibat pada hambatan bahkan kegagalan membangun bangsa-negara yang berkemajuan.

Alquran surat al-Nisa’[4], ayat 9 menyebutkan agar tidak meninggalkan generasi dalam keadaan lemah. Secara khusus ayat ini berbicara tentang keadaan anak yatim. Tetapi secara umum mengisyaratkan semua anak keturunan. Jika mereka yatim, maka orangtua yang lain (kerabat/masyarakat) atau negara bertanggungjawab agar mereka tumbuh-kembang menjadi generasi yang kuat. Jika orangtua mereka masih hidup, maka seharusnya orangtua mesti mengasuh untuk menumbuhkembangkan generasi (anak-anak) yang kuat.

 Penekanan pada pola pengasuhan yang baik dan bertanggung jawab berimplikasi adanya  kebutuhan generasi yang kuat. Orangtua tidak dibenarkan meninggalkan anak-anak lemah, dikhawatirkan mengalami kezaliman dan tidak terurus. Hendaknya orangtua selalu merasa diawasi Allah ketika memperlakukan orang yang berada di bawah tanggungannya.

Caranya adalah dengan menjaga harta benda mereka, mendidik dengan baik dan menyingkirkan segala hal yang dapat menggangu tumbuhkembangnya. Pola asuh yang baik, memenuhi hak-haknya dan mengerjakan apa yang menggembirakan mereka merupakan bagian dari takwa (al-Jalálain, [2]:1).

Hal tersebut dimulai dari pemberian nafkah halal dan tayyib (Q.S. Al-Baqarah[2]: 168 dan al-Mukminun[18]:51). Pemberian nafkah yang halal dan tayyib  yang diawali dengan menyusui  bertujuan menjamin anak-anak memiliki kekuatan jasmani. Atau agar dapat bertumbuh sehata secara fisikal, sehingga mampu melakukan aktifitas duniawi dan ukhrawi.

Allah suka orang mukmin yang kuat dan sehat. Nabi saw. menyatakan,”Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah ketimbang mukmin yang lemah.” (HR. Muslim). Salah satu akibat dari pemberian nafakah yang kurang thayyib (memenuhi standar kecukupan nutrisi), adalah terjadinya stunting.  Anak-anak tidak bertumbuh secara optimal; sehingga lemah badan, dan pertumbuhan badannya terlambat (stunting). Penyebabnya adalah  asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.

Untuk itu Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan melibatkan banyak sektor untuk menekan angka stunting. Yakni, memfokuskan pada upaya kesehatan yang merupakan faktor resiko.  Namun sering upaya lainnya yang menjadi faktor protective dianggap kurang berperan dan tidak dilakukan. Padahal faktor resiko (termasuk di antaranya kondisi kesehatan anak, gizi pada saat hamil) sangat dipengaruhi oleh faktor pelindung (diantaranya adalah pola asuh orangtua/keluarga).

Segala sesuatu yang terjadi pada masa 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) menjadi faktor penentu kualitas kehidupan anak. Kecukupan nutrisi/gizi; niscaya akan mengoptimallan pertumbuhannya, kuat jasmani  dan tidak mudah terserang penyakit. Dengan demikian, anak menjadi generasi yang bertumbuh sehat secara fisikal  dan mampu melakukan aktifitas duniawi dan ukhrawi. Kata orang Jawa, dia akan menjadi anak yang waras dan trengginas.

Oleh sebab itu, Allah menegaskan perlunya menyusui secara sempurna (Q.S. Al-Baqarah[2]:233). Tentunya ayah juga diharap mampu memenuhi kecukupan gizi ibunya yang sedang merawat balita; sehingga tatkala menyusui, si bayi tercukupi gizinya. Penting sang ayah ikut serta  meningkatkan kemampuan perawatan khususnya anak usia dibawah enam tahun termasuk dari dalam kandungan

Ayah dan ibu juga semestinya  menambah pengetahuan dan keterampilan perawatan yang menyeluruh dalam memenuhi kebutuhan dasar anak yaitu Asuh (kebutuhan fisik-biomedis), Asih (kebutuhan emosional dan kasih sayang) dan Asah (kebutuhan stimulasi mental). Dengan demikian, ayah dan ibu meningkat kesadaran akan pentingnya program anak usia dini yang holistik (menyeluruh) dan integratif (saling terkait).

Hal tersebut sebagai bentuk pemahaman yang menyeluruh kepada orangtua tentang pentingnya keseimbangan antara asah, asih dan asuh, antara kebutuhan fisik, gizi, kesehatan, pendidikan dan perlindungan bagi anak, terutama pada masa 1000 HPK.  Dalam lingkup inilah, keluarga merupakan pilar pencegahan stunting. Pencegahan penting dilakukan agar tidak ada lagi balita stunting baru yang muncul. Sebagaimana disebutkan dalam kaidah  ad-daf’u aula min al-rāfi’ (mencegah lebih didahulukan daripada mengatasi). Jadi, perlu kesadaran bersama bahwa : (1) agama Islam mendorong umatnya agar merawat anak menjadi generasi yang sehat dan kuat; (2) Islam menegaskan kebutuhan sumberdaya  yang kuat sehingga mampu menopang kemajuan bangsa-negara (Q.S. An-Nisa[4]:9); (3) Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan. (4). Menyusui dan memberi makanan yang halal dan tayyib (Q.S.Al-Baqarah[2]:233; 168; At-Tahrim[66]:6], harus senantiasa diterapkan sebagai faktor penting yang wajib diperhatikan oleh keluarga. []