Lasem, kota santri dan Tiongkok kecil yang bisa menjaga kerukunan beragama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Rembang — Kecamatan Lasem dipandang sebagai barometer kerukunan kehidupan beragama di Kabupaten Rembang. Karena, Lasem merupakan kota kecil yang mempunyai karakter unik. Kota ini disebut sebagai kota santri, dan disebut pula sebagai kota Tiongkok Kecil. Namun kehidupan antar umat beragama berlangsung cukup kondusif.

Demikian mengemuka dalam rapat Koordinasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Rembang yang berlangsung di ruang Camat Lasem, siang tadi (30/10). Acara ini dihadiri oleh segenap pengurus FKUB, Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Rembang, Kartono, Kepala Kankemenag Kabupaten Rembang, Atho’illah, jajaran Muspika Lasem, dan tokoh agama serta tokoh masyarakat.

Sebutan Kota Santri tak lain karena banyaknya pondok pesantren di kota yang pernah menjadi Kadipaten sebelum Rembang. Bahkan, pada masa kemerdekaan, Mbah Sambu (Sayyid Abdurrahman) merupakan cucu dari Jaka Tingkir (Sultan hadiwijaya) yang memperjuangkan kemerdekaan di tanah Lasem. Masjid Jami’ Lasem juga disebut-sebut sebagai pusat perjuangan kemerdekaan, tempat Mbah Sambu dimakamkan.

Sementara sebutan Tiongkok kecil muncul dari masyarakat seiring dengan historis kota Lasem yang merupakan salah satu kota Cina Tertua di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya situs Cina dan beberapa bangunan klenteng. Kendati demikian, disebut dalam sejarah ulama dan kaum Tionghoa di Lasem bersama-sama dalam memperjuangkan kemerdekaan.

“Kendati masyarakatnya multikultural, namun sejauh pengamatan saya, kehidupan beragama di Lasem kondusif. Kedua etnis, Jawa dan China dapat hidup berdampingan dan menjalankan aktivitas sosial dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya, Lasem bisa dijadikan baromater kerukunan kehidupan beragama di Rembang. Jika Lasem aman, maka kecamatan lain juga insya Allah kondusif,” papar Kapolsek Lasem, Eko Budi Sulistyo.

Forum dialog

Kakankemenag Kabupaten Rembang, Atho’illah mengemukakan, harmonisasi kehidupan umat beragama sangat dibutuhkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini diamini oleh Penjabat Camat Lasem, Kukuh Purwasono, bahwa perbedaan suku, ras, agama, dan golongan bisa menjadi sumberdaya yang bisa membawa kemajuan bagi bangsa, namun bisa pula menjadi potensi konflik jika ada kesalahan dalam mengelola.

Perwakilan MUI Kecamatan Lasem, Agus Nauval mengusulkan adanya forum komunikasi antara umat beragama di Lasem. Hal ini untuk mengantisipasi konflik yang bisa muncul ke permukaan. Karena selama ini, adanya potensi konflik di Lasem, dikarenakan tidak komunikasi yang dibangun dengan masyarakat sekitar sebelum keputusan dibuat.

Terpisah, pada rakor tokoh agama yang diselenggarakan oleh Bimas Islam Kankemenag Kabupaten Rembang, Kamis (29/10) di aula Kemenag, Atho’illah mengimbau kepada segenap tokoh agama untuk menanamkan nilai toleransi kehidupan beragama dan mengedepankan hubbul wathon (cinta tanah air). –Shofatus Shodiqoh