Perjuangan Guru MTs Raudlotut Tholibin Purwanegara Dalam Pembelajaran Daring

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Banjarnegara – MTs Raudlotut Tholibin Purwanegara yang di pimpin oleh M. Nurcholis, yang berada di Kecamatan Purwanegara merupakan madrasah sekaligus pondok pesantren. Karena merupakan sekolah yang ada pondoknya ada banyak perjuangan dari guru madrasah dalam mendidik siswanya

Semua guru MTs Raudlotut Tholibin Purwanegara rela naik turun tangga mencari siswa didiknya yang tidak ada di kelas saat jam pelajaran berlangsung. Karena lokasi pondok berada di bawah kelas mereka sehingga kadang anak laki-laki masih berada dikamar atau ketiduran pada waktu jam sekolah.

Kejadian itu terjadi waktu pembelajaran sebelum ada pandemi seperti sekarang, tetapi sejak adanya covid-19 pemerintah mengharuskan siswa belajar dari rumah atau dengan cara daring. Karena madrasah termasuk MTs Raudlotut Tholibin (Islamic Boarding Full Day School) walaupun pandemi anak-anak tetap berada di pondok dan tidak diperbolehkan kemana-mana, sehingga pembelajaran harus dilakukan secara daring dengan cara setiap harinya guru memberi tugas kepada anak didiknya melalui petugas pondok.

Setelah siswa selesai mengerjakan tugas dari setiap guru, siswa mengumpulkan tugas tersebut melalui petugas pondok kemudian petugas yang menyerahkan kepada guru setiap mapel.

Walaupun kegiatan madrasah melalui daring tetapi kegiatan pondok tetap berlangsung seperti biasa. Karena pondok merupakan rumah bagi mereka yang sekolah di MTs Raudlotut Tholibin Purwanegara dalam artian siswa yang bersekolah di MTs tersebut wajib mondok di pondok tersebut.

Kepala madrasah, M. Nurcholis menyatakan bahwa walaupun keadaan demikian namun tidak boleh menyerah dengan semua ini. “Kita tidak biasa berdiam diri atas adanya Covid-19, Kita harus tetap survive. Proses pembelajaran secara daring memang itu solusinya di saat pandemi. Namun, kita juga harus tetap beradaptasi dengan kondisi pondok,” ungkapnya pada Selasa (23/2/2021).

Beliau juga menambahkan bahwa sejak pandemi ini anak-anak lebih fokus untuk melaksanakan kegiatan pondok dibanding kegiatan madrasah. “Daripada anak-anak dipulangkan kerumah masing-masing kita lebih kesulitan untuk melakukan daring karena sebagian besar masih banyak siswa yang hidup di lingkungan keluarga yang kurang mampu. Selain itu, kondisinya yang susah untuk menangkap sinyal. Kondisi seperti itulah yang kemudian menjadikan pihak madrasah dan pondok berinisiatif selain daring siswa juga harus tetap berada di pondok untuk melaksanakan kegiatan pondok,” tambahnya. (rs/ak/rf)