Juair Beri Masukan Penting Terkait Tujuan Supervisi Pembelajaran Pada Madrasah

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Kasi Kurikulum dan Kesiswaan (Kursis) Kanwil Kemenag, Jawa Tengah, Juair memberikan masukan substantif terkait pembahasan draf KMA tentang supervisi pembelajaran pada madrasah yang digelar tiga hari, 10 s.d. 13 Maret 2021 di Harris Hotels, Malang. Acara dibuka oleh Direktur KSKK Madrasah, H. Ahmad Umar, pada hari pertama melalui video conference.

Peserta pembahasan terdiri dari berbagai unsur yakni, Kasi Kursis Kanwil Kemenag, pengawas, kepala madrasah/RA, dan guru perwakilah seluruh Indonesia. Pembahasan di Malang ini merupakan pertemuan kali kedua. Sebelumnya telah dilaksanakan di Yogyakarta, 2 s.d.4 Maret 2021.

Masukan penting yang diberikan oleh peserta Juair, terkait dengan rumusan pada BAB 1 terlebih pada maksud dan tujuan supervisi pembelajaran pada madrasah. Katanya, hal ini penting karena memberikan arah dan pedoman pada Bab-bab selanjutnya.

Dalam pembukaan dan pengarahannya, Direktur KSKK Madrasah, Ditjen Pendis Kemenag RI, H. Ahmad Umar menegaskan, regulasi terkait supervisi pembelajaran pada madrasah harus bermanfaat bagi guru yang dapat merancang program, melaksanakan pembelajaran, dan evaluasi dengan baik.

H. Ahmad Umar meminta, agar diyakinkan bahwa guru madrasah adalah evaluator yang baik yang tidak hanya membuat soal dan dijual bareng-bareng, melainkan guru yang dapat berdiri sebagai penggerak atau motor untuk madrasah yang hebat bermartabat berkelas dunia.

“Harus bermanfaat bagi guru yang dapat merancang program, melaksanakan pembelajaran, dan evaluasi dengan baik,” pesan H. Ahmad Umar.

 Fenomena orang dan masyarakat saat ini, jelasnya, dibutuhkan kompetensi dibanding prosesi, seperti gelar. Karena itu, peserta didik di madrasah harus punya kompetensi sebagai bekal eksistensi masa depannya.

Sementara itu, Kasubdit Kurikulum dan Evaluasi Direktorat KSKK, H. Ahmad Hidayatullah dalam pengantarnya mengatakan, pembahasan draf di Malang ini merupakan pembahasan kali kedua. Pertemuan pertama dilaksanakan di Yogyakarta, 2 s.d 4 Maret lalu diarahkan untuk menyelaraskan rasa ke arah substansi, tidak hanya redaksi karena ada bagian tersendiri.

“Devinisikan supervisi yang tepat itu bagaimana, tidak terjebak pada devisi dalam Permendikbud,” katanya.

Menurut H. Ahmad Hidayatullah, tidak ada revolusi pembelajaran jika kepengawasan berlangsung otoriter. Guru harus diberi ruang untuk bisa inovasi dan kreasi yang kondusif yang bisa jadi berbeda dengan kebiasaan selama ini. Guru jangan disetir-setir, apalagi ditakut-takuti.

“Terjadinya pembelajaran HOTS menjadi basis proses pembelajaran dan tak hanya pada penilaian, namun dengan basis data dan fakta diagnostik,” tuturnya.

Sedangkan pengawas Kemenag Kota Semarang, Amhal Kaefahmi yang ikut dalam pembahasan mengaku sangat antusias dalam diskusi karena terkait perubahan paradigma supervisi yang biasanya dikaitkan dengan pengawas. Supervisi pembelajaran yang dibangun kali ini diarahkan pada perbaikan pembelajaran guru yang tidak hanya dilakukan oleh pengawas, kepala madrasah, dan guru yang ditunjuk.  (Amhal Kaefahmi/bd)