Kakankemenag Sampaikan Konsep Peta Jalan Moderasi Beragama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Semarang, H. Mukhlis Abdillah menilai, moderasi beragama adalah kunci dari terciptanya toleransi dan kerukunan di Indonesia. Baik di tingkat daerah, nasional hingga internasional.

Hal ini disampaikan Kakankemenag saat menyampaikan materi dalam acara Kegiatan Dialog Lintas Agama pada Senin (4/10) di Hotel Grasia, Jl. S Parman Semarang.

Menurut Mukhlis, suatu kejadian merupakan aksi dan reaksi. Oleh karena itu, Kerukunan Umat Beragama tidak akan terwujud apabila mindset masing-masing agama tentang KUB ini tidak sama. “Karena itu, Kementerian Agama menawarkan konsep guna menyamakan mindset tersebut melalui moderasi beragama,” kata Mukhlis.

Mukhlis menyampaikan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan majemuk di Indonesia. Pertama, berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem), sehingga terkesan mengesampingkan martabat kemanusiaan. Kedua, berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama, serta pengaruh kepentingan ekonomi  dan politik yang berpotensi memicu konflik.

“Tantangan ketiga yaitu berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI,” sambungnya.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, moderasi beragama dinilai sebagai rumus yang sangat pas untuk mewujudkan Kerukunan Umat Beragama. “Moderasi beragama menjadi sarana mewujudkan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis, damai, dan toleran,” tutur Mukhlis.

Disebutkan Mukhlis, moderasi beragama diwujudkan dengan beberapa indikator. Pertama, komitmen kebangsaan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.  Kedua, toleransi dengan menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, beribadah, dan menyampaikan pendapat. Ketiga, anti kekerasan yaitu menolak tindakan kekerasam, baik fisik maupun verbal untuk mengusung perubahan yang diinginkan. “Keempat yaitu penerimaan terhadap budaya kearifan lokal sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama,” jelas Mukhlis.

Mukhlis menyampaikan pula, terdapat tujuh kelompok yang memiliki peran srategis dalam penguatan moderasi beragama. Yaitu birokrasi, dunia pendidikan, TNI/Polri, media, masyarakat sipil, partai politik hingga dunia bisnis. “Dunia bisnis berperan membangun ekonomi inklusif antar umat beragama,” pungkasnya – (nova/iq/bd)