Yusuf Ceritakan Pengalaman Menjadi Seorang Radikalis

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Menjadi seorang teroris menjadi suatu penyesalan bagi Machmudi Hariono alias Yusuf. Yusuf sempat menjadi terpidana terorisme pada tahun 2003 ini mengaku mendapat terpaan paham radikalisme dari sejumlah komunitas.

Hal itu dikemukakan Yusuf dalam kegiatan bertajuk ‘Meneguhkan peran pondok pesantren dan lembaga Pendidikan Keagamaan Islam sebagai Agen Moderasi Beragama’. Kegiatan ini diadakan oleh Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Kota Semarang pada Rabu (1/12/2021) di aula Kemenag Kota Semarang.

Yusuf mengungkapkan, sejak kecil ia tinggal di Jombang di kawasan Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. “Padahal sejak kecil saya tinggal di Jombang, Jawa Timur di kawasan pesantren Tebuireng Jombang yang kental dengan tradisi NU,” kata Yusuf.

Namun sepanjang perjalanan hidupnya, ia pernah bersosialisasi dengan teman-teman berpaham radikal. Bahkan ia sempat menjalani Akademi Militer di Filipina selama dari tahun 2000-2002.

“Saya setelah lulus SMA sempat memiliki pemikiran yang sekuler. Tapi saya juga sempat menyerap paham radikalisme dari buku-buku yang saya beli di Solo,” akunya.

Yusuf mengimbau kepada peserta agar berhati-hati. Karena di ponpes pun masih berpotensi untuk terpapar paham radikalisme. “Menjadi teroris adalah suatu pengalaman pribadi yang menjadi penyesalan bagi saya. Karena itu, berhati-hatilan, karena di ponpes pun masih bisa terpapar radikalisme,” pesan Yusuf yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Walisongo Ngebar, Ponorogo ini.

Ketua PCNU Kota Semarang, Asoman mengatakan, pengalaman Yusuf menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Asoman mengimbau kepada peserta agar menuntut ilmu sesuai dengan latar belakang keluarganya. “Kalau ia NU ya sekolah lah di yayasan NU. Kalau Muhammadiyah ya sekolah di yayasan Muhammadiyah. Kalau silang nanti bisa menyebabkan bebasn psikologi beragama,” ungkap Asoman. — iq/bd