Peserta PDWK Keluarga Sakinah Lakukan Diskusi Kasus

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang—Memasuki hari kelima kegiatan Pelatihan di Wilayah Kerja (PDWK) Keluarga Sakinah di lingkungan Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Semarang, Ngamilah Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang sampaikan dua buah materi yaitu Pengembangan Ekonomi Keluarga dan Psikologi Perkawinan.

Kedua materi ini Ia sampaikan di Hotel Muria Semarang yang diikuti oleh 35 peserta kegiatan terdiri dari Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF), Penyuluh Agama honorer (PAH), Tokoh Agama (Toga), Tokoh Masyarakat (Tomas) dan Organisasi Masyarakat (Ormas) Keagamaan di lingkungan Kota Semarang, Jumat (11/2/2022).

Dalam materi Pengembangan Ekonomi Keluarga, Ngamilah sampaikan pentingnya konsep ekonomi keluarga karena dengan konsep yang baik akan dapat mewujudkan stabilitas ekonomi bangsa.

Menurut Ngamilah ada tiga fase finansial dalam kehidupan ekonomi keluarga, yaitu fase ketergantungan finansial, fase kewajiban finansial dan fase kebebasan finansial. “Fase kebebasan finansial biasanya diperoleh setelah kurang lebih 30 tahun bekerja yaitu pada saat sesorang telah memasuki masa pensiun dan anak-anaknya telah bekerja,” terang Ngamilah.

Pada kesempatan ini Ia juga sampaikan bahwa menurut konsep Islam, perbuatan maksiat dapat menghalangi datangnya rezeki.

“Pemberdayaan ekonomi keluarga merupakan suatu proses atau kegiatan agar keluarga mampu melakukan kegiatan ekonomi yang merupakan salah satu unsur kesejahteraan keluarga. Dalam hal pengelolaan ekonomi rumah tangga perlu adanya perencanaan, pengendalian, skala prioritas dan keterbukaan antar pasangan dan anggota keluarga,” sambungnya.

Pada bagian lain Ngamilah memaparkan tentang Psikologi Perkawinan (Keluarga). Ngamilah menuturkan tujuan dari penyampaian materi ini adalah agar peserta memahami karakteristik ciri kehidupan perkawinan, komponen penting dan tahap perkembangan dalam hubungan pasangan/perkawinan, pentingnya saling memahami dan komunikasi antar pasangan, serta mampu membuat peta risiko/konflik dalam keluarga.

Dalam penyampaian materi kedua, peserta pelatihan diajak langsung diskusi kasus dalam kelompok sehingga peserta langsung dapat memetakan bagaimana mengelola konflik dalam perkawinan, baik itu konflik yang bersifat positif maupun negatif. “Dalam proses penyelesaian konflik ada 3 tahapan yang perlu difahami yaitu identifikasi, analisis dan solusi,” pungkas Ngamilah.–(Samsudin/NBA/bd)